Jakarta (ANTARA News) - Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Derom Bangun memperkirakan porsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) pada Juli 2007 akan meningkat 15 persen dibanding produk turunannya yang lain seperti Olein dan Palm Kernel Oil (PKO). "Persentase ekspor selama ini kan 45 persen CPO dan 55 persen produk turunannya, sekarang mungkin dalam Juli ini CPOnya akan naik jadi 60 persen," katanya di sela-sela dialog mengenai Pungutan Ekspor (PE) CPO dan turunannya yang digelar Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LPRI), di Jakarta, Jumat. Kenaikan porsi ekspor CPO (Crude Palm Oil) terhadap produk turunannya itu, menurut Derom, terjadi karena struktur PE yang sama besarnya untuk CPO dan Refined Bleached Deodorized (RBD) Olein (produk turunan CPO). "Pengusaha dalam negeri kurang terdorong untuk ekspor olein (minyak goreng) karena margin keuntungan yang didapat sangat kecil. Jadi lebih menguntungkan untuk ekspor CPO-nya saja," jelasnya. Dengan kenaikan PE Olein menjadi 6,5 persen, maka produsen harus membayar biaya PE sekitar 40 dolar AS per ton ketika melakukan ekspor. "Refinery (pabrik minyak goreng) dalam negeri banyak yang menganggur atau mengurangi kapasitas prosesingnya dan langsung mengekspor CPOnya saja," ujar Derom. Derom mengusulkan jika pemerintah melakukan tinjauan ulang terhadap besaran PE, maka sebaiknya PE untuk Olein harus lebih rendah dari 6,5 persen atau setidaknya ada selisih dengan CPO. Ekspor CPO dan produk turunannya pada 2006 mencapai 12,1 juta ton. Angka tersebut terdiri dari 5,2 juta ton berupa CPO dan 6,9 juta ton berupa produk turunannya. Ekspor CPO Indonesia terbanyak ditujukan ke India (1,89 juta ton), Belanda (830ribu ton), Malaysia (470ribu ton), dan China (310ribu ton). Sedangkan ekspor produk turunan CPO terbanyak ditujukan ke China (1,45 juta ton), India (590ribu ton), Belanda (380ribu ton) dan Malaysia (190ribu ton). Derom memperkirakan harga CPO kemarin (Kamis 12/7) di Rotterdam mencapai 795 dolar AS per ton dan diperkirakan akan kembali mengalami kenaikan dalam sepekan kedepan. Meski demikian, harga akan kembali menurun pada Agustus-September karena ada peningkatan produksi di Indonesia dan Malaysia sebagai pemasok CPO terbesar dunia. Keseimbangan harga CPO baru yang akan terjadi pada Agustus-September itu akan mencapai sekitar 720 dolar AS per ton. "Tapi tergantung juga dari kebijakan di Eropa karena sebagian Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di sana mendesak parlemennya untuk tidak menerima CPO sebagai bahan bakar karena dianggap kurang positif dalam mengurangi pemanasan global. Kita harapkan parlemen Eropa tidak mengambil keputusan berdasarkan tuduhan yang tidak benar," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007