Jakarta (ANTARA News) - Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Derom Bangun, meminta pemerintah menjaga kestabilan besaran Pungutan Ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya agar tidak mempengaruhi bursa komoditas tersebut. "Kalau PE tidak bisa dihapus, asalkan dijaga stabil, dalam waktu panjang tidak-apa-apa. Kalau tidak demikian, maka akan mengguncang bursa," katanya di sela-sela dialog mengenai Pungutan Ekspor (PE) CPO dan turunannya yang digelar Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LPRI), di Jakarta, Jumat. Derom mengusulkan jika pemerintah melakukan tinjauan ulang terhadap besaran PE, maka sebaiknya PE untuk Olein harus lebih rendah dari 6,5 persen atau setidaknya ada selisih dengan CPO. Selama pengenaan PE tambahan sejak 15 Juni 2007, Derom memperkirakan pemerintah mendapatkan setidaknya 24juta dolar AS dengan asumsi nilai PE yang dibayar eksportir sebesar 44 dolar AS per ton dan ekspor CPO per bulan sekitar 600ribu ton. Derom mengusulkan penggunaan dana PE tersebut digunakan untuk mendukung industri hulu dan hilir CPO melalui program khusus CPO di Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Perindustrian (Depperin), dan Departemen Perdagangan (Depdag). "Misalnya Deptan dan Deperin melakukan riset tentang sawit dan CPO. Sementara Depdag membuat kampanye positif di luar negeri untuk konsumsi CPO," tambahnya. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Eropa mendesak parlemennya untuk tidak menerima CPO sebagai bahan bakar karena dianggap kurang positif dalam mengurangi pemanasan global. "Kita harapkan parlemen Eropa tidak mengambil keputusan berdasarkan tuduhan yang tidak benar," tambahnya. Selain itu, menurut Derom, pemerintah harus memiliki dana cadangan yang dikelola tiga departemen tersebut yang dapat dimanfaatkan jika terjadi kondisi darurat seperti naiknya harga komoditi tertentu yang mempengaruhi masyarakat. "Jadi ketika melihat perkembangan ekonomi, Depdag dan Depperin jika ingin melakukan sesuatu untuk kepentingan masyarakat punya dana darurat di APBN," paparnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007