Jadi kita menjaga utang secara sangat berhati-hati dan tidak ugal-ugalan."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembiayaan utang pada triwulan I-2018 relatif terkendali yaitu mencapai Rp148,2 triliun atau 37,1 persen dari target Rp399,2 triliun.

"Ini penurunan drastis untuk pembiayaan utang yaitu tumbuh negatif 21 persen dari periode sama tahun lalu," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers realisasi APBN triwulan I-2018 di Jakarta, Senin.

Sri Mulyani mengatakan pembiayaan utang ini lebih rendah dari realisasi pada triwulan I-2017 sebesar Rp187,9 triliun karena pemerintah mulai mengelola APBN secara "prudent" dan berhati-hati.

"Jadi kita menjaga utang secara sangat berhati-hati dan tidak ugal-ugalan," katanya.

Ia menambahkan pembiayaan utang ini didukung oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang pada periode ini telah mencapai Rp143,8 triliun atau 34,7 persen dari target Rp414,5 triliun

Penerbitan SBN yang tinggi hingga akhir Maret 2018 ini karena pemerintah menggunakan strategi penerbitan surat utang pada awal tahun (front loading) untuk mengantisipasi gejolak ekonomi global.

"Penerbitan SBN ini juga turun karena tumbuh negatif 24,5 persen dari penerbitan SBN pada triwulan satu 2017 sebesar Rp190,4 triliun," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan kondisi penerbitan SBN pada triwulan I-2018 ini juga didukung oleh rata-rata bunga utang baru sebesar 4,89 persen, lebih rendah dari triwulan I-2017 sebesar 5,39 persen.

Hingga saat ini, pemerintah masih menerapkan strategi pembiayaan utang secara hati-hati dengan memperhitungkan biaya, risiko dan kapasitas maupun prinsip-prinsip prudent, efisiensi biaya, produktivitas dan keseimbangan.

Dengan memanfaatkan kepercayaan investor yang meningkat, terlebih setelah Moody`s menaikkan peringkat kredit Indonesia satu peringkat diatas level layak investasi, maka diharapkan ada perluasan basis investor.

Melalui penilaian tersebut, maka ketahanan pasar dalam negeri diperkirakan makin kuat dan kapasitas investor masuk pasar semakin besar, sehingga akan menciptakan permintaan SBN bisa lebih banyak untuk menekan biaya utang.

Sementara itu, berdasarkan dokumen APBN kita, pemerintah mengasumsikan rasio utang pada akhir 31 Maret 2018 sebesar 29,78 persen terhadap PDB dengan jumlah utang Rp4.136,39 triliun.

Peningkatan rasio tersebut disebabkan oleh penerapan strategi "front loading" atas pembiayaan APBN untuk mengantisipasi risiko peningkatan pendanaan di pasar keuangan.

Beberapa risiko tersebut antara lain dampak kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (Fed Fund Rate), potensi terjadinya perang dagang dan ekskalasi konflik geopolitik dunia.

Setelah semester I-2018, rasio utang tersebut diproyeksikan akan menurun seiring dengan meningkatnya PDB yang pada Maret 2018 diasumsikan mencapai Rp13.891,15 triliun.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018