Tripoli (ANTARA News) - Sebanyak lima perawat berkebangsaan Bulgaria dan seorang dokter berkewarganegaraan Palestina yang dipenjarakan di Libya delapan tahun lalu dan dijatuhi hukuman mati karena menularkan HIV pada ratusan anak mungkin pekan ini akan mengetahui apakah mereka akan dibebaskan atau tidak. Tenaga medis tersebut dijatuhi hukuman mati pada Desember, setelah dinyatakan bersalah menularkan virus mematikan itu pada 426 anak Libya, sewaktu mereka bekerja di satu rumah sakit anak di kota Benghazi. Keenam orang itu mengatakan mereka tak bersalah dan disiksa agar membuat pengakuan. Beberapa ilmuwan Barat menyatakan kelalaian dan kondisi tak sehat adalah penyebab sesungguhnya dan infeksi mulai terjadi sebelum mereka tiba di rumah sakit tersebut. Keluarga semua anak-anak itu telah mengatakan penularan tersebut adalah bagian dari upaya Barat untuk merusak umat Muslim dan rakyat Libya. Mahkamah Agung Libya pekan lalu menguatkan hukuman mati tersebut, dan menempatkan nasib mereka kembali ke tangan Dewan Pengadilan Tinggi pemerintah, yang dikuasai oleh pemerintah dan memiliki wewenang untuk meringankan hukuman atau mengeluarkan pengampunan. Sementara Dewan itu dijadwalkan bertemu Senin, pemerintah Uni Eropa berharap keenam staf medis tersebut akan dibebaskan setelah perundingan intensif dengan perkumpulan keluarga. Kedua pihak telah menyatakan kesepakatan hampir dicapai, dan Libya telah mengisyaratkan negara tersebut dapat membebaskan para perawat itu jika kesepakatan dicapai. Keluarga korban telah meminta pembayaran ganti rugi sebesar 13,3 juta dolar AS bagi setiap keluarga anak yang terinfeksi --"uang darah", hukum agama yang menjadi dasar agar keluarga korban mencabut tuntutan hukuman mati. Uni Eropa menolak untuk menerima gagasan ganti rugi itu, yang akan berarti staf medis tersebut bersalah, tapi telah menawarkan dana untuk dibayarkan bagi perawatan masa depan anak-anak itu. Para pejabat Libya mengatakan Dewan tersebut dapat melakukan beberapa sidang untuk mencapai putusan akhir dan hanya akan setuju untuk membebaskan perawat itu kalau penyelesaian telah dicapai dalam pembicaraan pribadi antara keluarga dan Uni Eropa. "Dewan akan mempertimbangkan beberapa faktor seperti ganti rugi, usia dan waktu yang dilewati oleh para tahanan di dalam penjara," kata Menteri Luar Negeri Libya Mohammed Abdel-Rahman Shalgam kepada wartawan pekan lalu. Libya muncul setelah beberapa dasawarsa pengucilan internasional pada 2003, ketika negara itu menghentikan program senjata terlarangnya dan kembali ke kancah politik utama internasional. Washington pekan lalu menyatakan Amerika akan mengirim duta besar pertama AS untuk Tripoli dalam hampir 35 tahun, tapi kegagalan untuk membebaskan staf medis tersebut dapat menimbulkan harga diplomat berat bagi pemimpin Libya Muammar Gaddafi. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007