Jakarta (ANTARA News) - PT Garuda Indonesia digugat oleh karyawannya sendiri untuk membayar Rp505 miliar, dan untuk pertama kalinya disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin. Kuasa hukum serikat karyawan PT Garuda Indonesia, Suhardi Somomoeljono, mengatakan bahwa maskapai penerbangan nasional itu digugat karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. "Garuda Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap salah satu karyawannya. Seluruh organisasi karyawan yang ada di PT Garuda kemudian mendukung gugatan ini," kata Suhardi. Salah seorang karyawan PT Garuda, Eka Wirajhana, merasa mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari manajemen PT Garuda karena tindakannya melaporkan dugaan korupsi dalam pelayanan kargo PT Garuda. Sejak September 2006, Suhardi menjelaskan, PT Garuda telah membentuk Komite Anti-Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) untuk menampung laporan dari masyarakat dan karyawan tentang dugaan korupsi di perusahaan tersebut. "Karena adanya Komite itu, maka karyawan bersemangat mengumpulkan informasi tentang dugaan korupsi di lingkungan kerjanya masing-masing untuk dilaporkan, termasuk Eka," katanya. Eka, lanjutnya, telah empat kali melaporkan adanya dugaan korupsi di bidang pelayanan kargo PT Garuda Indonesia kepada Komite Anti-KKN pada September hingga November 2006. Namun, laporan Eka itu tidak ditindaklanjuti. Sebaliknya, Suhardi mengatakan, Eka justru diperiksa oleh manajemen PT Garuda Indonesia dan kini terancam dimutasi. Pada 5 Desember 2006, Eka mendapat panggilan untuk menghadiri pemeriksaan pada 12 Desember 2006. Perintah pemeriksaan itu datang dari Direktur Sales dan Marketing PT Garuda kepada unit keamanan perusahaan. Dalam pemeriksaan itu, Eka mengaku, manajemen PT Garuda Indonesia meminta dirinya untuk menjelaskan bagaimana bisa mendapat surat yang dikategorikan sebagai rahasia, yang diserahkan dalam laporannya kepada Komite Anti-KKN. Namun, PT Garuda sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap laporan dugaan korupsi yang disampaikan oleh Eka. Oleh arena pemeriksaan yang dijalaninya berpotensi menimbulkan hukuman maksimal pemecatan, Eka kemudian meminta bantuan hukum kepada perusahaan dan Serikat Karyawan Garuda (Sekarga). Namun, hanya Sekarga yang menjawab surat permohonan bantuan itu. Eka dalam gugatannya menuturkan perlakuan tidak adil dari manajemen PT Garuda Indonesia, yang menurut dia muncul akibat laporan dugaan korupsinya. Pada 20 Desember 2002, Eka ruang kerjanya dipindah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, sehingga dirinya kehilangan dokumen yang berkaitan dengan laporan dugaan korupsi tersebut. Selain itu, ia pada akhir 2006 hanya mendapat nilai C untuk kinerjanya selama satu tahun sehingga bisa mengakibatkan pengurangan gaji dan pemutusan hubungan kerja. Penilaian itu, menurut Eka, dilakukan oleh atasannya yang menjadi pihak yang dilaporkan dalam laporan dugaan korupsinya. Eka dalam gugatannya menyatakan, dirinya terpaksa menggugat PT Garuda secara hukum karena kesabarannya telah habis untuk menghadapi segala perlakuan tidak adil yang telah dialaminya. Ia menuntut Garuda untuk membayar kerugian immateril Rp2,8 miliar karena kegelisahan yang dialaminya. Dia juga meminta pembayaran ganti rugi senilai Rp503 miliar untuk dibayarkan kepada seluruh organisasi karyawan yang ada di PT Garuda dalam bentuk tabungan pensiun. Majelis Hakim yang diketuai oleh Makkasau menunda sidang hingga 23 Juli 2007 karena PT Garuda sebagai pihak tergugat tidak hadir. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007