Jakarta (ANTARA News) - Musisi band punk Marjinal Mikail Israfil atau akrab disapa Mike Marjinal menilai sosok wanita yang memiliki semangat layaknya Raden Adjeng Kartini sangat banyak dalam kehidupan sekitar kita.

"Sosok Kartini sangat banyak di sekitar kita, dan yang terdekat dengan kita adalah guru, ibu, adik, kakak, dan tetangga. Bagi Mike mereka semua adalah Kartini," ujar Mike, dijumpai di sela acara pameran visual bertajuk "Pang! No Border, No Class" yang digagas Komunitas Taring Babi beserta sejumlah seniman, di Galeri Cipta 3, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu.

Mike yang juga pencetus Komunitas Taring Babi itu mengatakan setiap orang yang mampu memberikan bekal bagi orang lain untuk bisa menatap kehidupan, maka dia selayaknya telah memiliki semangat perjuangan layaknya RA Kartini.

Semangat Kartini ada pada sosok ibu dan guru kita, sebagai orang yang mengajarkan kita untuk berbahasa dan memiliki budi pekerti. Semangat Kartini ada pada setiap orang yang mampu menginjeksi hal-hal yang berguna bagi kita untuk bisa menatap hidup ini," ujar Mike.

Pria yang kerap membantu menyuarakan perjuangan kaum-kaum tertindas melalui karya seni itu menilai peringatan Hari Kartini setiap 21 April bukanlah sekadar mengenang sosok RA Kartini atau membicarakan gelar ningrat yang melekat pada diri RA Kartini, melainkan memahami dan meneruskan nilai-nilai perjuangan yang dilakukan oleh RA Kartini semasa hidupnya.

Adapun seiring peringatan Hari Kartini 21 April 2018, Komunitas Taring Babi melalui pameran visual "Pang! No Border, No Class" yang berlangsung 18-30 April 2018, turut memamerkan sebuah Monumen Tolak Pabrik Semen yang didedikasikan bagi perjuangan para ibu petani Kendeng, Jawa Tengah yang menolak didirikan pabrik semen di wilayah lahan pertanian mereka.

Monumen dengan tinggi lebih dari satu meter itu dibangun dari tumpukan beberapa boks kayu di dalamnya berisi replika kaki manusia yang disemen di dalam boks tersebut.

Menurut Mike, monumen itu dibuat sesaat setelah salah satu petani Kendeng bernama Patmi wafat akibat serangan jantung.

Patmi wafat saat berniat hendak pulang ke kampungnya, setelah sebelumnya sempat melakukan aksi mengecor kaki dengan semen di depan Istana Negara bersama-sama petani lain.

Baca juga: Pameran visual "Pang! No Border, No Class"

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018