Jakarta (ANTARA News) - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) meminta pemerintah untuk menjelaskan secara gamblang soal kabar serbuan tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Indonesia guna menjawab keresahan masyarakat, terutama mereka yang masih kesulitan mencari pekerjaan.

"Begini saja, karena ini pemerintahan rakyat, yang berdaulat rakyat, tolong pemerintah menjelaskan dengan gamblang, yang transparan, yang jujur. Sebetulnya berapa sih tenaga kerja asing itu, berapa puluh ribu, atau belasan ribu atau ratusan ribu, kita tidak tahu," kata Susilo Bambang Yudhoyono dalam siaran pers yang diterima Antara Jakarta, Senin.

Pernyataan SBY disampaikan saat berdialog dengan ulama, umaro, dan tokoh masyarakat dalam rangkaian Tour de Banten di Hotel The Royal Krakatau Banten Minggu (22/4) malam.

Kabar terkait serbuan TKA, terutama dari Tiongkok, menjadi topik yang paling banyak ditanyakan warga dalam dialog tersebut. Mereka khawatir, daerah mereka yang terkenal sebagai Kota Industri bakal dikuasai oleh TKA dan mereka akan terpinggirkan.

Baca juga: Menaker: tenaga kerja asing jangan terlalu dikhawatirkan

Menurut SBY, memang sudah lazim terjadi pertukaran tenaga kerja ahli antara Indonesia dengan negara-negara tetangga, jika saling membutuhkan. Kerjasama tersebut diatur dalam Undang-Undang ASEAN.

"Yang tidak boleh, yang berbahaya, kalau datang tenaga kerja asing besar-besaran. Mengapa?. Pengangguran masih banyak, tenaga kerja kita juga sudah banyak yang terampil dan bisa bekerja sendiri, mengapa kita harus mendatangkan tenaga kerja asing dalam jumlah yang besar," katanya.

Hal itulah yang harus dijelaskan oleh pemerintah, agar tidak beredar hoax atau berita palsu. Di sisi lain, SBY mengaku ia tidak dalam kapasitas untuk menjelaskan, karena takut nanti menjadi fitnah.

"Maka daripada jadi fitnah, tolong entah presiden, entah menteri, entah siapapun jelaskan kepada rakyat berapa besar tenaga kerja asing yang masuk Indonesia, dari negara mana mereka itu dan bekerja di bidang apa?," katanya.

Baca juga: Wapres: TKA lebih diutamakan untuk alih teknologi

Pewarta: Jaka Sugianta
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018