Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) diminta untuk memberi perhatian terhadap perkara terorisme, terutama terhadap perkara Abu Dujana yang akan memasuki persidangan. Ketua MA Bagir Manan di Gedung MA, Jakarta, Selasa, mengatakan Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Irjen Pol Ansyaad Mbai, menemuinya pada Selasa pagi untuk membicarakan perkara Abu Dujana. "Mereka meminta perhatian kita, karena akan maju ke pengadilan," ujarnya. Meski MA telah memiliki pengalaman mengadili terdakwa kasus terorisme sejak peristiwa Bom Bali I pada 2002, Bagir mengatakan pemerintah tetap meminta perhatian khusus untuk perkara Abu Dujana. "Ini agak berbeda, karena sudah di tingkat Amir atau Panglima. Tetapi, bagi kita sama saja karena sudah ada pengalaman," kata Bagir. Mabes Polri pada pertengahan Juni 2006 menangkap Abu Dujana yang diduga terlibat dalam berbagai aksi peledakan bom di Indonesia. Abu Dujana ditangkap bersama dengan tujuh anggota kelompoknya di Jawa Tengah. Menurut Bagir, sampai saat ini belum ditentukan tempat persidangan Abu Dujana. Apalagi, anggota kelompok Abu Dujana ditangkap di kota yang berbeda-beda. "Kalau seperti kasus Poso, mereka kan meminta untuk disidangkan di Jakarta. Tetapi kalau yang ini belum tahu karena tempat penangkapan mereka kan berbeda-beda," katanya. Bagir mengaku, sudah dua kali mendapat pengarahan tentang kasus-kasus terorisme dari pihak Mabes Polri. "Saya sudah beberapa kali di"briefing" agar kita tahu apa sebetulnya yang mereka kerjakan," katanya. Namun, Bagir membantah hal tersebut sebagai bentuk intervensi terhadap kemandirian pengadilan. "Tidak ada pesan-pesan sponsor. Ini kasus kejahatan, jadi mau disponsori apa?" ujarnya. Bagir mengatakan para hakim di Indonesia sudah cukup berpengalaman mengadili perkara terorisme sejak terjadinya peristiwa Bom Bali I yang menarik perhatian internasional. Para hakim, lanjutnya, juga telah mendapatkan pelatihan tentang cara kerja jaringan organisasi terorisme internasional di Amerika Serikat dan Perancis.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007