Jakarta (ANTARA News) - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengecam keras pelecehan dan intimidasi terhadap seorang ibu dan anak pada acara Car Free Day (CFD) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu.

Jubir PSI untuk bidang perjuangan toleransi dan melawan intoleransi Mohamad Guntur Romli dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa dalam demokrasi perbedaan aspirasi dan beda kaos tetap dihormati dan dihargai, asalkan tidak boleh saling melecehkan dan mengintimidasi.

"Dalam video yang viral di media sosial itu, seorang ibu dan anaknya dilecehkan, dikerubungi, dikibas-kibasin duit, anaknya terlihat menangis ketakutan. Ini pelecehan terhadap perempuan dan bentuk intimidasi," kata Guntur Romli yang juga calon anggota legislatif PSI dari Daeran Pemilihan Jatim III.

Meski demikian, kader muda Nahdlatul Ulama (NU) ini mengaku bangga dengan ketegaran dan keberanian sang ibu. Utamanya, ketika ibu tersebut menguatkan anaknya.

"Kami sekaligus bangga pada ibu yang begitu tegar dan justru menguatkan anaknya. Ia berani melawan dengan mengatakan "Kita tidak takut Zaky! Kita benar, kita tidak akan pernah takut!". Luar biasa keberanian ibu itu dalam melawan pelecehan dan intimidasi. Akhirnya yang melecehkan terkesan malu dan pergi," katanya lagi.

Guntur meminta pihak kepolisian menjamin tidak terjadi lagi intimidasi semacam itu, apalagi dalam ruang publik seperti CFD. Menurutnya, ini akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia.

"Kepolisian harus menjamin kasus serupa tidak terjadi lagi. Jangan sampai warga negara Indonesia bisa diintimidasi oleh kerumunan orang hanya karena menyampaikan aspirasinya. Apalagi intimidasi demikian disampaikan di depan anak kecil, bagaimana psikologi anak tersebut," ujar Guntur Romli yang aktif dalam Gerakan Pemuda (GP) Ansor.

Namun, Guntur meminta semua pihak untuk menahan diri dan tidak terprovokasi melakukan pembalasan dengan cara-cara yang intimidatif.

"Saya harap semua pihak mampu menahan diri dan tidak terpancing untuk balas dendam. Kekerasan hanya dilakukan oleh mereka yang tidak siap hidup dalam alam demokrasi. Persoalan seperti ini baiknya diselesaikan secara hukum," katanya pula.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018