Tokyo (ANTARA News) - Pemerintah Jepang memutuskan menutup pembangkit listik tenaga nuklir milik Tokyo Electric Power Co. (TEPCO) di Kashiwazaki-Kariwa, Propinsi Niigata, sampai seluruh penyelidikan atas kebocoran yang terjadi selesai dilakukan. Hal itu dilakukan guna memastikan kadar radioaktif yang keluar dari salah satu reaktor tidak membahayakan lingkungan dan umat manusia. Pengoperasian kembali pembangkit listrik tenaga nuklir itu bisa dilakukan setelah ada rekomendasi bahwa faktor keamanannya sudah diverifikasi, kata pejabat pemerintah Jepang, seperti dikutip Nikkei di Tokyo, Kamis. Kebocoran dari fasilitas nuklir terbesar di dunia itu diketahui setelah ada percikan nyala api di reaktor nomor tujuh, tidak lama setelah gempa berkekuatan 6,8 skala Richter mengguncang propinsi Niigata, Jepang, Senin (16/7) lalu. TEPCO mengoperasikan tujuh reaktor nuklir di kompleks tersebut. Ketujuh reaktor itu secara otomatis berhenti beroperasi begitu ada guncangan gempa. Kebocoran dan terjadinya sejumlah kegagalan pengoperasian diakui pihak perusahaan setelah terjadinya gempa yang menewaskan sembilan orang dan menciderai seribu orang lainnya. Tujuh reaktor nuklir itu sendiri dibangun dengan konstruksi yang hanya mampu menahan guncangan gempa maksimum sampai 6,5 skala Richter. Seperti diketahui pemerintah Jepang mengharuskan konstruksi bangunan dan gedung bertingkat di negara itu harus mampu menahan goncangan gempa berskala 5 - 6,5 skala Richter. Sementara itu, para ahli menemukan kekurangan dari konstruksi bangunan reaktor yang dioperasikan oleh TEPCO, sehingga hasil temuan itu diharapkan mendorong pihak perusahaan melakukan langkah-langkah perbaikan sebelum mengoperasikankembali pembangkit nuklir yang dimilikinya. Para ahli telah menganalisa mekanisme sistem konstruksi pembangkit yang memiliki tujuh reaktor itu dan menemukan kekurangan dari konstruksi seluruh bangunan yang dinilainya terlalu dangkal, sehingga tidak cukup mampu menahan guncangan gempa. Fokus penelitian yang dilakukan para ahli itu, seperti dilaporkan The Asahi Shimbun, adalah tingkat kedalaman guncangan gempa sampai sedalam 17 km dari pembangkit tersebut. Kedangkalan konstruksi itulah yang menyebabkan guncangan hebat bagi reaktor. Para ahli terdiri dari Badan Meteorologi Jepang, Institut Riset Nasional untuk Penanggulangan Bencana, dan peneliti dari Universitas Tokyo. "Meksipun ada kekurangan, namun itu tidak berarti berbahaya," kata Kozushige Obara dari Institut Penelitian Nasional untuk Penanggulangan Bencana. Pakar yang bertanggungjawab atas data seismik (kekuatan gempa). (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007