Jakarta (ANTARA News) - Ekonom dari LPEM UI, Chatib Basri, memperkirakan tren penurunan BI rate yang tengah dijalankan Bank Indonesia (BI) berpotensi mendorong kenaikan inflasi sehingga BI rate harus disesuaikan kembali. "Yang saya katakan, memang masih ada ruang untuk BI melanjutkan tren penurunan suku bunga, namun harus dilakukan dengan sangat berhati-hati, terutama dalam rezim ketentuan tenaga kerja yang tidak fleksibel, karena itu tidak mendorong penurunan (lending rate) suku bunga pinjaman, namun malah menaikkan `demand side` yang tercermin pada kenaikan penjualan ritel (retail sales)," kata Chatib dalam seminar tentang proyeksi ekonomi pertengahan tahun 2007 di Jakarta, Kamis. Karena itu, Staf Ahli Menkeu itu memperkirakan, SBI 3 bulan pada akhir 2007 akan berada pada level 8 persen, demikian juga pada tahun depan. Posisi BI rate pada Juli 2007 adalah 8,25 persen. "Saya khawatir jika lebih rendah dari 8 persen maka resiko inflasi sangat besar," katanya. Tidak terpengaruhnya suku bunga pinjaman, jelas Chatib, terutama disebabkan karena perbankan harus menginternalisasi risiko-risiko kredit ke dalam suku bunga pinjaman. "Hal ini bisa ditangani dengan pembentukan biro kredit yang bisa memberikan informasi yang simetris pada perbankan tentang sektor riil," jelasnya. Dengan demikian, ungkapnya, penurunan suku bunga BI tidak bisa menjadi menjadi satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah intermediasi perbankan yang menyebabkan lambannya pergerakan sektor riil. "Masih ada masalah yang lebih penting, yaitu pasar tenaga kerja yang kaku. Oleh karena itu, saya berpendapat memang liberalisasi peraturan ketenagakerjaan akan menguntungkan semua pihak," jelasnya. "Upah yang sangat besar dan prosedur PHK dianggap perusahaan berorientasi ekspor sebagai penghambat utama," katanya. Dia mengatakan, 35 persen dari responden survei kajian LPEM menyatakan regulasi tenaga kerja mengurangi tingkat kompetisi perusahaan. Dalam kesempatan itu, Chatib memperkirakan bahwa kemungkinan terjadinya krisis ekonomi 1997 pada masa mendatang masih ada, namun situasi yang ada berbeda dengan dengan kondisi sebelumnya. "Kalau dulu LDR 100 persen lebih, kini LDR perbankan sekitar 60 persen lebih, dengan NPL yang lebih rendah. Lalu nilai tukar mengambang yang membuat perusahaan melakukan lindung nilai (hedging) dalam transaksi valas mereka, serta cadangan devisa yang cukup besar," katanya. Sementara itu, pengamat ekonomi dari Citigroup mengatakan tren penurunan suku bunga yang terlalu drastis berpotensi menekan rupiah. "Kami memproyeksikan BI rate pada 8 persen pada akhir 2007," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007