Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Syafi`i Maarif, mengemukakan bahwa Jakarta dapat digolongkan sebagai kota yang sakit karena beragam persoalan telah tampak nyata, tetapi belum ada solusi yang tuntas. "Apakah Jakarta juga kota sakit? Dilihat dari pencemaran lingkungan fisik dan mental, tidak diragukan lagi bahwa Jakarta termasuk di antara kota dunia yang sedang mengerang kesakitan," katanya di Jakarta, Kamis. Menurut pendiri Maarif Institute itu, Jakarta merupakan salah satu kota metropolitan yang digerogoti oleh polusi udara dan polusi kebisingan yang semakin mencekam. Mengenai jumlah penduduk ibukota yang mencapai belasan juta, Syafi`i Maarif mengungkapkan, hal tersebut berpotensi untuk menimbulkan permasalahan yang serius di bidang perumahan. Selain itu, lanjutnya, kemacetan lalu lintas yang kerap terjadi di ibukota bukan lagi sekadar berita tetapi sudah menjadi sebuah bentuk "penderitaan". Ia menyesalkan bahwa di beberapa titik kemacetan, jarak hanya lima kilometer dalam keadaan tertentu bisa ditempuh dalam tempo dua jam. "Hampir kita semua pernah mengalami kejadian seperti itu. Yang repot adalah ketika kita telah mengatur waktu untuk urusan yang penting dan ternyata batal karena macet total," katanya. Syafi`i mencontohkan jalur ke bandara yang kerap tersendat arus lalu lintasnya sehingga dalam beberapa kesempatan ia terpaksa membatalkan perjalanannya dan kembali ke rumah dalam keadaan menggerutu. Untuk itu, Syafi`i berharap, agar ada solusi yang benar-benar bisa menuntaskan berbagai masalah itu karena hingga kini dirinya tidak tahu masih berapa lama kondisi seperti itu akan terus berlangsung. "Sebenarnya sejak masa Bung Karno dulu sudah ada angan-angan untuk memindahkan ibukota antara lain, agar kemacetan lalu lintas dapat dikurangi. Tetapi, itu semua pasti menuntut biaya raksasa, sementara negara kita tetap saja mengalami defisit APBN," katanya. Syafi`i berharap, agar impian semacam itu tetap terus bergulir karena bila generasi sekarang tidak bisa melakukannya, maka terdapat kemungkinan generasi mendatang dapat memberikan pemecahan akan hal tersebut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007