Jakarta (ANTARA News) - Suciwati, istri aktivis penegak Hak Asasi Manusia (HAM) Munir, mendesak perlu dilakukan audit terhadap aparat penegak hukum terkait dengan kelambanan dan ketidakjelasan pengusutan kematian suaminya. Berbicara dalam diskusi "Siapa pembunuh Munir?" di Gedung Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Jakarta, Jumat, Suciwati mengatakan, audit harus dilakukan secara menyeluruh di lingkungan kepolsian, kejaksaan, dan Badan Intelejen Negara (BIN). Suciwati menyayangkan kurangnya kerja sama antartim di kepolisian dalam menangani kasus kematian Munir. Menurut dia, selama menangani kasus tersebut setidaknya telah terjadi tiga kali pergantian tim di kepolisian. Setiap kali terjadi pergantian, katanya, tidak ada koordinasi yang cukup sehingga penyidikan kadang harus dimulai dari awal. "Seharusnya tidak diulang lagi, itu adalah salah satu kendala," katanya. Selain itu, Suciwati juga menyesalkan kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) yang tidak menggunakan wewenang, terutama wewenang dalam membuka fakta hubungan telepon antara mantan terdakwa pembunuhan Munir, Pollycarpus dengan pejabat BIN, Muchdi PR. Menurut dia, sebenarnya kejagung memliki wewenang yang sama dengan kepolisian untuk membuka substansi pembicaraan dalam hubungan telepon tersebut. Namun demikian, tidak ada kejelasan tentang fakta tersebut. Hal senada juga diungkapkan Koordinator Kontras, Usman Hamid. Dia mengatakan bukti 41 kali hubungan telepon antara Pollycarpus Muchdi PR akan melengkapi konstruksi fakta dalam upaya kejagung mengajukan peninjauan kembali (PK) kasus kematian Munir. Kejagung harus berani mendesak pihak terkait, terutama PT Telkom, untuk membantu membuka substansi perbincangan dalam hubungan telepon tersebut. Selain itu, Kejagung juga harus meminta surat keterangan resmi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum apabila pihak terkait tersebut tidak bisa membuka substansi pembicaraan. Usman meyakini apabila hubungan telepon itu bisa dibuka, maka upaya pencarian kebenaran dalam pembunuhan Munir tidak hanya akan menjerat Pollycarpus tetapi juga beberapa pejabat Garuda Indonesia dan BIN. "Kalau tidak sampai ke situ, akan mentah lagi," kata Usman. Kasus Munir pernah menjerat pilot senior Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai terdakwa. Pollycarpus pernah didakwa membunuh Munir pada 7 September 2004 dan menjalani persidangan, serta mendapat vonis dua tahun penjara dan hanya menjalaninya selama 22 bulan karena mendapat remisi dua bulan. Namun, ia kemudian dibebaskan oleh Mahkamah Agung (MA). Kejagung kini berupaya mengajukan PK atas putusan tersebut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007