Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Kontras, Usman Hamid, mengatakan upaya Kejaksaan Agung (Kejakgung) dalam mengajukan peninjauan kembali (PK) kasus kematian aktivis HAM Munir terkesan dipaksakan apabila tidak disertai dengan konstruksi fakta yang baru. "PK ini terkesan dipaksakan atau terpaksa," kata Usman di sela diskusi "Siapa Pembunuh Munir" di gedung Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Jakarta, Jumat. Usman mengatakan hal itu terkait pernyataan pesimis Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga tentang kurangnya bukti untuk mengajukan PK. Keraguan Kejakgung, menurut Usman, juga ditunjukkan dengan pernyataan bertentangan yang sempat diungkapkan Jaksa Agung Hendarman Supandji bahwa Kejakgung siap mengajukan PK. Usman mengharapkan Kejakgung benar-benar memerhatikan kecukupan bukti dalam mengajukan PK. Apabila materi yang diserahkan tidak jauh beda dengan dakwaan di pengadilan tingkat pertama, maka dikhawatirkan PK tidak dapat menjerat Pollycarpus yang menurut Kejakgung terlibat dalam kematian Munir. Kesiapan Kejakgung itu, kata Usman, di antaranya bisa dicapai dengan menyertakan bukti 41 kali hubungan telepon antara Pollycarpus dengan pejabat Badan Intelejen Negara (BIN), Muchdi PR. Kejaksaan harus berani mendesak pihak terkait, terutama PT Telkom, untuk membantu membuka substansi perbincangan dalam hubungan telepon tersebut. Selain itu, Kejakgung juga harus meminta surat keterangan resmi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum apabila pihak terkait tersebut tidak bisa membuka substansi pembicaraan. Usman meyakini apabila hubungan telepon itu bisa dibuka, maka upaya pencarian kebenaran dalam pembunuhan Munir tidak hanya akan menjerat Pollycarpus tetapi juga beberapa pejabat Garuda Indonesia dan BIN. "Kalau (pembuktian-red) tidak sampai ke situ, akan mentah lagi," kata Usman. Sementara itu Choirul Anam, kuasa hukum istri Munir (Suciwati), dalam gugatan perdata terhadap Garuda Indonesia menegaskan hendaknya kejakgung bisa membangun logika hukum yang menyertakan bahwa kematian Munir adalah pembunuhan berencana yang melibatkan sejumlah orang. Dia mendesak Kejakgung supaya tidak menggunakan logika hukum yang pernah digunakan dalam mendakwa Pollycarpus di pengadilan tingkat pertama. Saat itu, kata Anam, jaksa menyatakan Pollycarpus melakukan pembunuhan atas keinginan pribadi. Pollycarpus digambarkan sebagai pribadi yang nasionalis dan tidak suka terhadap Munir, seorang aktivis yang sering mengkritik penguasa. Menurut Anam, PK harus dipersiapkan sematang mungkin agar bisa menjelaskan bahwa pembunuhan yang dilakukan Pollycarpus juga melibatkan pihak lain. "Kalau Polly (Pollycarpus-red) masih berdiri sendiri, kami tidak yakin PK akan berhasil" kata Anam. Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot senior Garuda, pernah didakwa membunuh Munir pada 7 September 2004 dan menjalani persidangan, serta mendapat vonis dua tahun penjara dan hanya menjalaninya selama 22 bulan karena mendapat remisi dua bulan. Namun ia kemudian dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Kejakgung kini berupaya mengajukan PK atas putusan tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007