Ngawi (ANTARA News) - Mantan Kepala Kantor Departemen Agama (Kakandepag) Ngawi, Jawa Timur periode 2004-2005, Ator Subroto, divonis satu tahun penjara oleh Majelis Hakim dalam kasus korupsi pada sidang putusan yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Ngawi, Jumat. Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama satu tahun enam bulan. Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Gatot Susanto, Ator diminta mengembalikan pungutan yang telah diambil dari gaji sebanyak 258 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kabupaten Ngawi 2005 sebesar Rp371 juta serta membayar denda sebesar Rp50 juta. "Dari pemeriksaan sebanyak 80 saksi diputuskan jika Ator telah terbukti telah melakukan korupsi dengan memanfaatkan wewenang jabatannya saat masih menjabat sebagai kepala kantor Depag Ngawi periode 2004-2005 demi keuntungan pribadi beserta kelompoknya," tegasnya. Untuk itu, majelis hakim menyatakan Ator telah melanggar hukum sesuai pasal 3 Undang-Undang No. 31/1999 junto UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak korupsi. Menurut Gatot, modus korupsi yang dilakukan oleh terdakwa yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Timur (Jatim) adalah dengan cara memalsukan surat tugas bagi sebanyak 258 CPNS 2005 di lingkungan Depag Ngawi. Padahal para CPNS tersebut seharusnya mulai bekerja pada Mei 2005 namun Ator membuat surat tugas palsu yaitu bekerja sejak Januari 2007. "Akibat tindakannya ini ratusan ratusan CPNS tersebut mendapat rapelan gaji buta atau fiktif selama empat bulan yaitu Januari hingga April," tambahnya. Sementara itu Surat Keputusan (SK) CPNS sendiri, lanjut dia, baru keluar pada Mei 2005, dengan demikian negara dirugikan sebesar Rp826 juta atas surat tugas kepegawaian hasil rekayasa terdakwa. Setelah CPNS tersebut mendapat pencairan rapelan gaji buta, kata Gatot Susanto, terdakwa kemudian meminta rapelan gaji tiga bulan CPNS tersebut dengan alasan untuk tasyakuran. Terdakwa mengantongi gaji tiga bulan, sedangkan ratusan CPNS hanya mengantongi gaji satu bulan, yang kemudian oleh terdakwa satu bulan gaji diberikan kepada sekolah-sekolah yang dinaungi Depag Ngawi. Satu bulan gaji diberikan kepada KPPN (Kantor Perbendaharaan Pegawai Negeri) di Madiun dan satu bulan gaji digunakan untuk kepentingannya. "Rekayasa surat tugas CPNS, pencairan gaji fiktif dan pemotongan gaji fiktif yang diterima CPNS berdasarkan perintah terdakwa," ujar Gatot. Menyikapi putusan ini ketua JPU, Martheul, mengatakan akan mempetimbangkan keputusan majelis hakim, sedangkan penasehat hukum terdakwa, Hasuranaga Hutabarat, mengatakan banding atas putusan tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007