Jakarta (ANTARA News) - Seorang anggota jemaah haji Indonesia berinisial RS asal DKI Jakarta ditahan pihak keamanan Bandara Internasional King Abdulaziz, Jeddah, Minggu malam 13 Mei lalu, karena di dalam tas ranselnya terselip tiga butir peluru yang tidak disadari sang jemaah yang kemudian terdeteksi sinar-X.

Dalam keterangan tertulisnya hari ini, KJRI Jeddah menyebutkan jemaah yang mengaku anggota Polri itu, semula menyangkal kalau dia membawa barang terlarang itu. Namun saat membuka dan memeriksa tasnya, petugas menemukan tiga butir peluru terselip di tas itu.

RS telah mencoba meyakinkan petugas bahwa tidak ada unsur kesengajaan karena niatnya mau beribadah.

Permasalahan yang dialami RS diketahui oleh seorang petugas protokol KJRI Jeddah yang sedang bertugas malam itu dan segera melaporkan kasus itu kepada pimpinan di KJRI Jeddah.

Konsul Jenderal  RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin, segera memerintahkan Rahmat Aming, Pelaksana Fungsi (PF) Konsuler-3 merangkap Kepala Kanselerai dan Majedi Sarbaini, staf KJRI, segera mendatangi kantor penyidik untuk memberikan pendampingan kepada RS.

Atas jaminan KJRI Jeddah, RS akhirnya dikeluarkan dari tahanan dan diinapkan sementara di kantor KJRI Jeddah bersama isteri.

Anggota yang telaah 14 tahun bertugas di Satuan Bhayangkara itu menuturkan, dia teringat sekitar dua bulan lalu saat bertugas mengisi senjatanya dengan enam butir peluru dan tiga lagi sebagai cadangan ia selipkan di tas ransel tersebut.

"Yang enam sudah di silinder, tiga saya taruh di tas," tutur RS kepada petugas KJRI.

Usai bertugas, sambung RS, tas gendong yang digunakan saat bertugas itu dia letakkan tanpa memeriksa dan mengeluarkan isinya. Tas itu pula yang ia bawa saat berangkat ke Arab Saudi bersama isteri untuk menunaikan ibadah umrah.

"Saya juga kadang-kadang orangnya enggak open (perhatian) pak, yah," ujar RS.

Saat berangkat tas ransel itu kosong dan hendak digunakan untuk menaruh oleh-oleh. Karena kosong tas itu disimpan di dalam koper dan dimasukkan ke bagasi sehingga lolos saat pemeriksaan di bandara Madinah.

Namun, saat hendak pulang melalui bandara Jeddah, dalam tas gendong tadi tidak hanya telah penuh dengan oleh-oleh, melainkan juga terselip benda terlarang yang terdeteksi mesin x-ray.

Rahmat Aming meminta RS dan isteri bersabar atas ujian yang menimpa mereka. Pasalnya, penyelesaian kasusnya akan memakan waktu karena harus menunggu jawaban surat dari KJRI Jeddah yang berisi permohonan penghentian penyidikan dari kantor pusat di Riyadh.

"Pengurusannya makan waktu paling cepat seminggu. Bisa dua minggu, sebulan atau bahkan dua bulan," ujar Rahmat Aming.

Ayah dari dua anak, kelahiran Banyumas 1979, itu bersama isteri segera memberitahukan pimpinan di kantor tempat ia bekerja, sambil menunggu penuntasan kasusnya.

 

Pewarta: Mohamad Anthoni
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018