Lebak (ANTARA News) - Memasuki tahun ajaran baru 2007/2008, masyarakat yang kurang mampu di Kabupaten Lebak, Banten, umumnya mendapat kesulitan dalam membiayai keperluan sekolah anak-anak mereka, seperti pakaian, sepatu dan alat-alat tulis, dan beberapa dari mereka berharap ada dermawan yang mau menjadi bapak angkat untuk membiayai sekolah mereka. Ferri (15) dan Imam (13), kakak beradik berasal dari keluarga miskin warga Kecamatan Rangkasbitung, salah satu diantaranya yang berharap mendapatkan bapak angkat karena tidak mampu membeli seragam dan sepatu sekolah. "Orangtua saya sudah tak mampu lagi membiayai pendidikan, namun saya ingin melanjutkan sekolah," kata Ferri di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Senin. Setelah lulus SD, Ferri bersama adiknya diterima di SMPN 7 Rangkasbitung, tetapi sampai ini belum memiliki kelengkapan sekolah seperti sepatu, pakaian seragam dan buku-buku tulis dan buku pelajaran, sementara kedua orangtuanya hanya pasrah karena ia sendiri sudah tidak sanggup membiayai. "Saya bingung seharusnya minggu ini sudah memasuki kegiatan belajar, namun saya dan adik belum juga membeli kelengkapan sekolah itu," katanya. Oleh karena itu, ia berharap adanya bapak angkat untuk membantu biaya pendidikan di sekolah. "Mudah-mudahan, ada yang terketuk hati untuk membantu kami agar bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMP," katanya. "Saya hampir setiap hari menangis ingin sekolah karena teman-teman di kampung banyak yang bersekolah," ujar Ferri dan Imam, warga Pasir Jati RT 02/05, Kelurahan Cijoro, Lebak, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. Iis Aisyah (45), orangtua Feri dan Imam, mengaku kedua anaknya hingga saat ini belum terbelikan buku, pakaian seragam dan sepatu sekolah karena tak ada uang untuk membelinya. "Kami sebagai orangtua ingin punya anak sekolah tinggi, namun akibat himpitan ekonomi kami tak mampu membiayai pendidikan," katanya. Apalagi, saat ini orangtuanya hanya bekerja serabutan setelah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lima tahun lalu. "Kami bisa makan sekeluarga itu karena baik hati tetangga yang memberikan pekerjaan," kata Iis sambil mengatakan Ferri dan Imam adalah anak kedua dan ketiga dari 7 keluarga. Berdasarkan pantauan ANTARA, setiap hari anak-anak usia SD/SMP di Kota Rangkasbitung terpaksa putus sekolah karena kemiskinan orangtua, bahkan mereka membanting tulang untuk membantu keluarganya. Banyak anak-anak bekerja menjadi pedagang asongan, pedagang koran, abu gosok, pemulung, tukang semir dan pengemis juga pengamen. Mereka bekerja seharian untuk membeli beras bagi keluarganya. "Saya penyemir sepatu di kantor-kantor sudah dua tahun dan pulang membeli beras 2 liter," kata Amir, warga Desa Pasir Kupa, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak mengaku hanya sampai kelas V SDN itu. (*)

Copyright © ANTARA 2007