Tangerang (ANTARA News) - Penjualan bubuk abate untuk menghilangkan jentik nyamuk Aydes Agepty (AA) sebagai penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terus saja berlangsung oleh pedagang di sejumlah kompleks perumahan di wilayah Kota Tangerang, Banten, meski telah dilarang karena tertulis gratis. Pantauan ANTARA News, Selasa, penjualan bubuk abate dengan harga sebesar Rp5.000 per saset itu dilakukan oleh pedagang melalui pintu ke pintu dengan penawaran disertai ancaman bagi yang tidak membeli akan terkena penularan DBD. Bahkan pedagang dengan berani mengetuk pintu rumah penduduk sembari menawarkan untuk membeli dua saset demi menghindari terjangkitnya BDB di wilayah ini. Penjualan bubuk tersebut dilakukan di Perumahan Taman Cibodas, Kecamatan Jatiuwung, Perumahan Cimone Permai, Perumahan Pinang Griya, Kecamatan Pinang dan Perumahan Aster Kecamatan Cibodas. Sebelumnya diberitakan sejumlah ibu rumah tangga yang berdomisili di beberapa kompleks perumahan di Kota Tangerang, menjadi resah karena adanya aksi penjualan bubuk abate dilakukan secara paksa oleh pedagang dengan dalih bahaya DBD telah mengancam daerah ini. Bubuk abate ditaburkan di bak mandi dengan tujuan untuk membunuh jentik nyamuk AA agar tidak berkembang biak. Nyamuk itu dianggap sebagai penular penyakit DBD. Bila ada warga sudah membeli hanya satu bubuk itu, maka pedagang tersebut memaksa untuk menambah lebih banyak sebagai persediaan. Keresahan itu dialami Ny. Iwan (36) warga di Perumahan Panorama Cibodas, Kecamatan Periuk dan Ny. Usman (29) penduduk Kompleks Taman Kota, Tangerang. Bila diteliti secara jeli, maka pada saset bubuk abate itu tertera tulisan gratis yang telah dihapus pedagang dan ada pula bacaan Depkes tidak diperjualbelikan. Sementara itu, Walikota Tangerang, H. Wahidin Halim usai Diskusi Interaktif bertajuk "Dinamika Sosial Kepemudaan dan Olahraga di Kota Tangerang" mengatakan, pihaknya akan mengusut masalah tersebut karena dapat menimbulkan keresahan pada warga. "Masalah penjualan bubuk itu tidak dapat dibiarkan, harus ada prioritas larangan karena diberikan secara gratis kepada warga dan tidak untuk dijual," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007