Dubai (ANTARA News) - Memasuki minggu perdagangan terakhir Mei yang menyaksikan penurunan besar, indeks pasar-pasar saham di negara-negara Teluk Arab bangkit kembali pada Selasa (29/5), karena penurunan tajam harga minyak sempat terhenti sebentar.

"Aksi jual pada Mei dan pergi" adalah slogan para investor di bursa saham dari Riyadh hingga Dubai pada awal pekan, dipicu oleh penurunan tajam harga minyak (Brent) setelah pemasok utama termasuk Arab Saudi dan Rusia mengisyaratkan pada Jumat lalu untuk mendistribusikan minyak dalam jumlah besar ke pasar.

Namun sesi perdagangan Selasa (29/5) membawa sedikit bantuan ke pasar-pasar saham Teluk Arab, seperti ukuran pasar ekuitas Abu Dhabi ADXGI naik 0,61 persen menjadi 4.575,16 poin, sementara Indeks Seluruh Saham Tadawul Saudi ditutup 0,46 persen lebih tinggi pada 7.999,59 poin, mengakhiri empat hari kerugian beruntun.

Baik emirat Abu Dhabi maupun Arab Saudi adalah pemasok minyak utama, dan harga minyak stabil awal Selasa antara 75 hingga 76 dolar AS per barel.

Saham Abu Dhabi National Energy Corporation, yang dikenal sebagai Taqa, meningkat 1,64 persen. SABIC, raksasa petrokimia Saudi, melonjak 1,65 persen.

Selain itu, Tadawul Saudi mengumumkan peningkatan pada mekanisme pembukaan dan penutupan harganya, kata Nasser Saidi, mantan kepala ekonom di Dubai International Financial Centre, dalam penilaian mingguannya yang dirilis awal pekan ini.

Di Kuwait, yang memperoleh 95 persen anggaran fiskal dari ekspor minyak, Indeks Pasar Utama KSE berakhir 0,43 persen lebih tinggi pada 4.712,14 poin.

Pada Minggu pagi, bank investasi Mesir EFG Hermes mengatakan mereka mengharapkan bursa saham Saudi akan naik ke tingkat "emerging market" oleh pengembang indeks global MSCI bulan depan.

Di Oman, Indeks MSM-30 Pasar Sekuritas Muscat bertambah 0,15 persen menjadi berakhir pada 4.598,13 poin.

Pasar keuangan Dubai gagal bergabung dengan "rebound" dan ditutup 0,17 persen lebih rendah pada 2.924,94 poin. Bank terbesar Dubai, Emirat NBD kehilangan 1,46 persen karena pemberi pinjaman global itu mundur di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang keadaan pasar negara berkembang, menurut Saidi.

"Dua krisis negara berkembang di Argentina dan Turki belum menghasilkan efek yang lebih luas, sementara fokus utama investor global tetap pada perang perdagangan," kata Saidi.

"Minggu lalu, Trump membuka front lain (perang dagang), meluncurkan pemeriksaan keamanan nasional ke dalam impor kendaraan bermotor, yang mungkin menerapkan tarif baru untuk mobil yang diproduksi di Eropa, Jepang dan Korea Selatan," tambahnya.

Baca juga: Harga minyak turun di bawah 80 dolar AS per barel

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018