Jakarta (ANTARA Nes) - Pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi di DPR akan segera melakukan rapat konsultasi untuk membicarakan kekosongan jabatan wakil ketua DPR yang ditinggal oleh Zaenal Ma`arif. Ketua DPR RI Agung Laksono di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Jumat berharap persoalan siapa yang akan mengisi jabatan wakil ketua DPR dapat selesai bersamaan setelah masa reses Agustus 2007. Melalui rapat konsolitasi tersebut nantinya akan muncul opsi-opsi apakah mengikuti Undang-Undang Susduk atau diserahkan ke Fraksi Partai Bintang Reformasi (PBR) DPR. Karena itu, kata Agung, masih akan dibicaraan apakah pergantian itu akan dilakukan melalui kocok ulang atau diserahkan ke PBR mengingat pemilihannya dulu melalui Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan. Hal itu akan dibahas pada rapat konsultasi dengan pimpinan fraksi dan pimpinan DPR RI yang ada. Namun, karena kalau kocok ulang akan berbenturan dengan UU Susduk, maka solusi yang terbaik diserahkan kepada PBR, sebagai partai yang mencalonkan sekaligus yang merecall Zaenal Ma`arif. Wakil Ketua DPR RI A Muhaimin Iskandar berpendapat mengenai kekosongan kursi wakil pimpinan DPR RI itu sesuai dengan tatib, bisa diisi oleh fraksi yang bersangkutan, yaitu PBR. "Mengapa? Selain tidak sesuai dengan UU, mekanisme kocok ulang juga tidak bisa dilakukan karena masa jabatan pimpinan Dewan selama 5 tahun, yaitu hingga 2009," katanya. "Ini akan kita bicarakan dalam rapat konsultasi antara pimpinan dewan dengan pimpinan fraksi," kata Ketua Umum PKB ini di sela-sela Harlah ke-9 PKB di Jakarta. Menurut Muhaimin, proses pergantian antar waktu (PAW) Zaenal terjadi karena memang ada proses administrasi politik yang sudah selesai. "PAW Zaenal terjadi antara proses hukum dan politik yang harus disesuaikan dengan kenyataan," kata Ketua Umum DPP PKB ini. Pengamat politik dari CSIS Indra J Piliang mendukung pernyataan Muhaimin. Jika yang menggantikan itu Koalisi Kebangsaan berarti PBR yang berhak. "Jika tidak, lalu dilakukan kocok ulang maka akan memunculkan paket baru dengan konsekuensi risiko politik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu akan menjadi persoalan di Senayan karena tidak ada kekuatan yang mayoritas di DPR sehingga jalan yang obyektif adalah menggantinya harus dari partai yang sama yaitu PBR. Selain itu, jika dilakukan kocok ulang, maka akan terjadi instabilitas antara DPR dan pemerintah," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007