Banda Aceh (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres), M. Jusuf Kalla, menilai bahwa proses perdamaian di Aceh pasca-konflik sudah mengalami kemajuan yang cukup signifikan. "Memang belum 100 persen berhasil, tapi jika dibandingkan dengan lima atau 10 tahun lalu kondisi sekarang jauh lebih baik," katanya di Banda Aceh, Sabtu, saat bertemu dengan sejumlah mahasiswa anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), antara lain dari Universitas Syah Kuala Banda Aceh dan Universitas Abul Yatama Aceh. Wapres Kalla mengemukakan hal itu ketika mahasiswa bertanya seputar peningkatan grafik kriminalitas di Aceh. Lebih lanjut, Wapres mengatakan bahwa berbagai ekses negatif yang muncul saat ini, seperti peningkatan kriminalitas menjadi tanggung jawab bersama masyarakat, pemerintah dan aparat keamanan. "Sekarang adalah tugas polisi, pemerintah dan masyarakat untuk menjaga keseimbangan ini agar warga negara bisa tenang beraktivitas," ujarnya. Dalam pertemuan itu, Wapres Kalla juga mengatakan, berbagai kerawanan keamanan tersebut sebenarnya bisa diselesaikan bila roda perekonomian Aceh berjalan, lapangan kerja tersedia dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Menanggapi keluhan tentang perbedaan perlakuan yang diterima oleh korban tsunami dan korban konflik, bahwa korban tsunami lebih mudah mendapat bantuan dibanding korban konflik, maka Wapres Kalla menjelaskan, penanganan korban konflik memang dilakukan secara bertahap. Menurut Kalla, penanganan korban konflik bisa dilakukan dengan memerbaiki ekonomi Aceh. Pemerintah pusat pun, kata dia, telah mengalokasikan dana besar untuk berbagai keperluan terkait pembangunan Aceh. Terkait dengan masalah rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca-bencana alam, mahasiswa menyampaikan penilaian bahwa proses yang dilakukan terkesan sekadar untuk menghabiskan anggaran saja. Tudingan tersebut, menurut mereka, dilatari adanya fakta tentang tidak adanya sinergi antara satu sektor dan sektor lain yang seharusnya saling terkait semisal pembangunan infrastruktur listrik, telepon atau air bersih. Dalam dialog interaktif tersebut, kalangan mahasiswa juga menyatakan bahwa pascatsunami 26 Desember 2004 itu, Aceh telah menjadi daerah yang sangat terbuka dan hal itu dikhawatirkan dapat mengubah struktur masyarakat dan budaya masyarakat Aceh yang pada akhirnya bisa berdampak negatif bagi masyarakat Aceh sendiri. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007