Di jalanan kota Moskow, Rusia, perempuan setempat yang berpakaian modis --bahkan terkadang agak terbuka yang mungkin tabu jika berada di Indonesia-- kerap terlihat berjalan sendirian.

Dengan penuh percaya diri, mereka memperlihatkan seolah tidak membutuhkan dampingan dari kaum pria.

Di hampir semua lokasi keramaian di seluruh Moskow, baik itu di jalanan, di dalam trem, kereta, metro maupun mal, perempuan Rusia kerap berpenampilan modis dilengkapi beragam aksesoris, berupa gelang, syal, kacamata hitam atau gabungan ketiganya.

Dalam berjalan pun, mereka seolah tergesa-gesa. Hal ini karena waktunya sudah terjadwal untuk menuju ke suatu tempat dan mengikuti jadwal moda transportasi.

Meski tampil modis, bagi sebagian orang perempuan Rusia bisa dianggap dingin, sebab jarang menyunggingkan senyum di wajahnya. Bahkan mereka tak mudah membalas senyum orang yang baru pertama kali ditemuinya, yang sebetulnya berlaku bagi sebagian besar warga Rusia.

Dalam satu kesempatan, seorang sahabt bercerita ia menanyakan sebuah alamat kepada perempuan Rusia, yang ditanya enggan menjawab dan berlalu begitu saja. Namun, tidak semuanya, terkadang ada yang begitu ramah justru menjadi tanda tanya. Pasalnya, hal itu pernah dirasakan oleh sahabat tersebut ketika berjalan menyusuri lorong menuju metro, ada seorang perempuan muda tiba-tiba menghampiri dan berjalan mendampinginya.

Dalam perjalan di lorong tersebut, perempuan itu menanyakan kedatangan dan sangat akrab dan seolah tahu semuanya, bahkan mengajak ke metro melalui jalur yang tidak ramai dituju oleh orang. Ketika di persimpangan, dia bersua dengan laki-laki dan berbicara dengan bahasa Rusia. Hal ini menimbulkan kecurigaan, apalagi dia dan lelaki itu sedikit memaksa untuk mengikutinya.


Kelelahan

Warga Rusia Irina Khantuntseva membantah anggapan bahwa seluruh perempuan Rusia berpenampakan dingin dan sulit diajak berkomunikasi. Menurut Irina perempuan Rusia terlihat dingin karena mungkin lelah dan banyak pikiran.

Soal keengganan membalas senyum orang yang baru dikenal, hal itu wajar bagi orang Rusia. Bahkan perempuan Rusia bisa menganggap orang yang mengajaknya tersenyum itu kurang waras sehingga enggan menanggapinya.

Namun, lanjut dia, jika sudah kenal dengan perempuan Rusia --sebagaimana diamini sejumlah orang Indonesia yang berdiam di negeri itu--, mereka sangat menyenangkan untuk diajak berkomunikasi.
 
Irina Khantuntseva, seorang perempuan yang pernah menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. (ANTARA/Triono Subagyo)


Irina yang biasa disapa Ira itu menjelaskan bahwa perempuan Rusia setelah Uni Sovyet pecah cenderung modis. Semua itu didapat dari tayangan televisi, majalah, atau melalui jelajah di dunia maya. Akibatnya, sering ditemukan mode berpakaian yang sama dikenakan lebih dari satu orang meski mereka tak saling kenal.

Anak muda Rusia, kata Ira yang pernah belajar di Universitas Negeri Yogyakarta melalui program darmasiswa itu, sebagian menggemari sinetron dari Amerika Serikat, bahkan belakangan mulai mengikuti tren Jepang dan Korea.

Menyinggung masalah perempuan yang tampil modis, sebenarnya untuk lebih nyaman, kemudian mungkin mencari kekasih.

Ira yang menjalin kasih dengan orang Yogyakarta itu menjelaskan bahwa keterbukaan dalam berbusana terjadi setelah Uni Sovyet pecah. Di masa Uni Sovyet, warna abu-abu atau yang lebih kalem seolah menjadi pakem utama bagi orang-orang di negaranya untuk berpakaian. Kini, sesuka penggunanya, baik pakaian maupun aksesori yang mereka pakai.

Di Rusia, relatif banyak ditemui perempuan muda yang merokok, yang menurut Ira didasari beragam alasan, di antaranya karena faktor kebutuhan melawan udara dingin di Negeri Beruang Merah lantaran udara di Rusia dingin dan bisa saja pengaruh teman.

Sebagai contoh, mahasiswi yang tadinya tidak merokok, kemudian kenal dengan rekannya yang perokok, lama-lama yang bersangkutan akan terpengaruh.

Laiknya fasilitas pendidikan pada umumnya, area merokok di lingkungan kampus biasanya disediakan di halaman luar. Dan sebagaimana area merokok pada umumnya, tempat itu bisa menjadi ajang menggali banyak informasi karena menjadi tempat berkumpul para perokok --baik laki-laki maupun perempuan-- dari beragam fakultas dan jurusan sehingga informasi mengalir di sana.


Lelaki setia

Sekarang tentang kriteria pasangan, menurut Ira, umumnya perempuan Rusia ingin bersuamikan pria Eropa dan Amerika Latin yang memiliki badan tegap, berwibawa, dan melindungi. Namun, itu tidak mutlak karena masih ada faktor lain yang bisa memengaruhinya.

Ira mengungkapkan tak mudah menaklukkan hati perempuan Rusia, karena harus melalui beberapa tahapan. Jika melalui sosial media, biasanya melalui pembicaraan yang menarik. Lelaki jangan terlalu tergesa-gesa menyatakan suka, itu justru bisa menjadi bumerang.

Menurut Ira, ini yang sering dilakukan laki-laki dari Indonesia. Lelaki Indonesia suka membuat drama dan gampang menyerah, dan perempuan Rusia tidak suka. Selain itu, perempuan Rusia tidak mudah menerima pujian. Hal itu bisa diberikan ketika sudah kenal beberapa lama.

Meski mengakui perempuan Rusia gampang tersinggung dan marah dalam hal tertentu, mereka termasuk setia terhadap pasangannya. Oleh karena itu, syarat lelaki yang akan menjadi kekasih atau pasangannya, di antaranya tidak boleh selingkuh dan pria yang pintar. Hal ini bisa dilihat dari percakapan. Oleh sebab itu, harus terus belajar dan berkembang serta romantis dan peduli.

Mengenai peduli, jika melakukan pertemuan di kafe atau sejenisnya kali pertama, sang lelaki yang harus membayar walaupun nanti akan bergantian. Bahkan, perempuan yang sering membayar, kemudian sering memberi hadiah walaupun itu hanya setangkai bunga.

Bunga bagi perempuan Rusia memiliki arti tersendiri. Maka, jangan sungkan memberikan bunga ketika dalam pertemuan pertama karena kesannya akan dirasakan berbeda.

Baca juga: Mencari-cari Salah di kerumunan jemaah sholat Jumat

Pewarta: Triono Subagyo
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018