Moskow (ANTARA News) - Dua menteri pemerintahan Swiss mendukung dua bintang tim nasionalnya Granit Xhaka dan Xherdan Shaqiri setelah selebrasi gol kontroversial mereka saat menang 2-1 atas Serbia pada laga Piala Dunia yang dimainkan pada Jumat.

Badan sepak bola dunia FIFA membuka proses penyelidikan disiplin setelah kedua pemain itu, yang memiliki berdarah Albania dan berbudaya Kosovo, merayakan gol dengan sikap tubuh yang meniru burung elang seperti yang ada di bendera Albania.

"Siapapun yang mengalami atmosfer menyengat di pertandingan dapat lebih mengapresiasi penampilan tim nasional kami dan dapat memahami emosi yang keluar dari seorang pemain," kata Menteri Pertahanan, Perlindungan Sipil, dan Olahraga Guy Parmelin kepada Neue Zurcher Zeitung (NZZ).

Baca juga: Serbia ajukan banding ke FIFA soal wasit Piala Dunia

Menteri Luar Negeri Swiss Ignazio Cassis juga bersimpati terhadap hal itu.

"Saya tidak ragu bahwa Anda dapat merasakan emosi-emosi patriotik untuk tanah air yang ada di diri Anda, tanpa melupakan akar Anda," tuturnya.

Regulasi-regulasi disiplin FIFA menyatakan bahwa para pemain yang dinyatakan bersalah karena melakukan provokasi di depan umum dapat dijatuhi skors dua pertandingan, dan presiden Federasi Sepak Bola Swiss Peter Gillieron mengatakan bahwa ia berharap kedua pemain itu tidak dijatuhi hukuman.

"Akan menjadi pukulan keras jika mereka diskors," ucapnya.

Baca juga: FIFA selidiki perayaan gol Shaqiri dan Xhaka

Serbia menolak mengakui kemerdekaan bekas provinsinya Kosovo, yang 1,8 juta rakyatnya sebagian besar beretnis Albania, yang telah memisahkan diri sepuluh tahun silam.

Baik FIFA dan UEFA memisahkan Serbia dan Kosovo ketika mereka melakukan pengundian untuk kompetisi-kompetisi internasional.

Swiss mengoleksi empat poin dari dua pertandingan pertamanya di Grup E, dan memerlukan hasil imbang saat melawan Kosta Rika pada pertandingan terakhir mereka untuk melaju ke 16 besar.

Baca juga: Klasemen Piala Dunia Grup E: Rebutan posisi puncak di laga terakhir

(H-RF)

Pewarta: ANTARA
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018