Canberra (ANTARA News) - Indonesia masih mengalami defisit senilai 500 juta dolar Australia setiap tahunnya dari sektor pendidikan dengan Australia, karena lebih dari 15.000 dari 16.500 mahasiswa Indonesia yang belajar di negara ini membiayai sendiri studi mereka, kata seorang pejabat KBRI Canberra. "Karena itu, dalam berbagai kesempatan, saya selalu mengimbau AusAID untuk menaikkan jumlah beasiswa bagi Indonesia," kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di KBRI Canberra, Dr. R. Agus Sartono,MBA, saat berbicara dalam pertemuan delegasi Konsorsium Perguruan Tinggi Negeri di kawasan timur Indonesia dengan pimpinan Universitas Canberra, Senin (30/7). Agus mengatakan defisit yang sangat besar itu juga disebabkan terganjalnya para pelajar dan mahasiswa Australia yang ingin belajar di Indonesia akibat pemberlakuan "travel advisory" (imbauan perjalanan) Pemerintah Federal bagi para warganya untuk mengurungkan niatnya bepergian ke Indonesia karena alasan keamanan. "Travel advisory itu kini merupakan tantangan terbesar bagi program kemitraan antaruniversitas kedua negara," katanya. Menyinggung tentang 5.000 beasiswa dari pemerintah RI bagi para dosen universitas negeri untuk melanjutkan studi di luar negeri untuk program magister dan doktoral pada 2008, Agus mengemukakan Universitas Canberra dan universitas-universitas lain di Australia termasuk di antara perguruan tinggi yang dituju. Namun, yang perlu segera disiapkan berbagai perguruan tinggi di Tanah Air adalah para dosen muda yang berpotensi serta penyiapan kemampuan Bahasa Inggris yang baik dengan skor IELTS 6,5 sehingga mereka bisa diterima di berbagai universitas di Australia, katanya. Bagi perguruan tinggi di kawasan timur Indonesia, selain program studi manajemen perkotaan dan akuntansi, manajemen pelestarian sumber-sumber air juga perlu menjadi pertimbangan mengingat terbukanya ancaman kekeringan di kawasan itu, dan Australia cukup berpengalaman dalam masalah ini, katanya. Delegasi Konsorsium PTN kawasan timur Indonesia yang bertemu Wakil Rektor Universitas Canberra, Prof.Deborah Ralston dipimpin oleh Prof.Ir.L.W.Sondakh,MEc, PhD. Selain Prof. Sondakh yang juga rektor Universitas Sam Ratulangi, hadir pula dalam pertemuan ini wakil Universitas Negeri Gorontalo, Prof. Dr. H. Mansoer Pateda, Direktur Program Pascasarjana Universitas Tadulako, Prof. Dr. Hj. Sieng Daud Laratu, MS, serta wakil-wakil Universitas Hasanuddin Makassar, Universitas Udayana Denpasar, Universitas Palangkaraya, dan Universitas Cenderawasih, Jayapura. (*)

Copyright © ANTARA 2007