Palu (ANTARA News) - Sedikitnya 10 ribu hektar dari 186.670 hektar total areal perkebunan kakao milik rakyat di Sulawesi Tengah (Sulteng) rusak akibat banjir yang meluas wilayah provinsi ini. Sejak Juni 2007 banjir bandang menerjang tujuh dari 10 kabupaten/kota di Sulteng, yakni Kabupaten Parigi-Moutong, Morowali, Tojo-Unauna, Banggai, Poso, Tolitoli, dan Donggala. Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Sulteng, Herman Agan, di Palu, Selasa, mengatakan kerugian ditaksir lebih Rp120 miliar dengan asumsi produksi satu ton per hektar dengan nilai jual sebesar Rp12 juta per ton. "Taksiran kerugian ini bisa jauh lebih besar sebab selain saat ini memasuki panen raya, juga baru dihitung untuk produksi minimal dalam sekali panen," tuturnya. Bahkan, lanjut dia, selain petani yang perkebunannya lolos dari banjir, juga mereka mengalami kesulitan penjemuran dan pemasaran. Menurut Agan, kerusakan kebun kakao petani di Sulteng secara otomatis berdampak pada produksi kakao secara nasional, karena provinsi ini merupakan pemasok kakao terbesar yakni sekitar 42 persen dar total produksi di Indonesia sekitar 560 ton tiap tahun. Askindo Sulteng telah meminta sedikitnya 500 ribu bibit pohon kakao melalui Menteri Pertanian. Bibit nantinya akan dibagikan kepada petani kakao secara cuma-cuma, agar mereka bisa mengganti kembali kakao mereka yang rusak diterjang banjir. "Kami berharap Menteri Pertanian dapat merealisasikan permintaan ini, dan pendistribusian ke petani akan dilakukan dengan dana swadaya Askindo Sulteng bekerjasama dengan Gabungan Petani Kakao Seluruh Indonesia (Gapkasi) Sulteng," katanya. Tapi, permintaan 500 ribu bibit kakao tidaklah cukup, karena dalam setiap hektar membutuhkan rata-rata 1.000 bibit. Artinya petani Sulteng membutuhkan sedikitnya 10 juta bibit pohon kakao. "Tapi untuk sementara ini, kita usahakan dulu 500 ribu pohon, selebihnya akan dilakukan pembibitan sendiri oleh petani," kata Agan. Askindo Sulteng mencatat tahun 2006 ekspor kakao dari daerah ini mencapai sekitar 121 ribu ton, dengan menghasilkan uang lebih Rp 1 triliun. "Itu jika diasumsikan dengan nilai transaksi harga ekspor 1.650 dolar per ton," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007