Jakarta (ANTARA News) - Studio Azhar Horo bekerja sama dengan Galeri Nasional Indonesia akan menggelar Pameran Tunggal Azhar Horo “from my eyes” di Galeri Nasional Indonesia pada 4–22 Juli 2018. 

Pameran ini menghadirkan metamorfosis gaya lukis yang kemudian menjadi identitas baru Azhar Horo.

Terinspirasi dari tragedi gempa bumi yang hampir merenggut nyawanya, pelukis kelahiran Boyolali pada 27 Febuari 1976 itu berhasil mentransformasi pengalaman tak terduga itu menjadi karya visual. 

“Gempa bumi itu membuat Azhar Horo merenungkan kembali, jiwanya yang hampir melayang tertolong oleh tumpukan lukisan yang ada di hadapannya. Beberapa lukisan sobek, tidak bisa diperbaiki lagi,"papar kurator pameran Frigidanto Agung dalam keterangan pers, Senin. 

"Sedangkan yang lainnya masih bisa diselamatkan. Debu-debu dari rumah yang roboh menutupi rambut di kepalanya. Bahkan dirinya keluar dari puing-puing itu sambil merunduk.” 

Situasi itu dipelajari, dipilah, dan direnungkan kembali oleh peraih The Best Top five of The Winsor Newton World Wide Millenium Painting Competition pada 1999.
 
“Saya hanya mengulang peristiwa ini lewat ingatan dari kejadian yang saya alami. Melalui kejadian itu, inspirasi saya muncul untuk membuat lukisan yang mampu kembali mengingatkan bahwa robohnya rumah dengan tembok yang hancur dan debu beterbangan menjadi gaya lukisan yang saya hadirkan di atas kanvas”, ujar Azhar.

Melalui fenomena di balik benda bahwa kenyataan ini mempunyai sesuatu di dalamnya atau sesuatu yang baru dalam ruang kendali benda itu sendiri, Azhar Horo berusaha mengolah kotak-kotak dalam suatu benda nyata, yang akhirnya mewujud menjadi piksel-piksel dalam lukisannya sebagai gaya dirinya dalam memperhatikan subjek matter lukisan untuk dicermati secara mendalam dan mendasar. Bahwa piksel-piksel itu juga yang membentuk objek visual sesungguhnya jika dicermati sebagai dasar pengetahuan tentang kejadian.

“Jika memperhatikan apa yang dilukisnya secara mendalam maka akan ditemukan kemiripan bagaimana penggunaan piksel itu dalam foto-foto media massa yang seharusnya tidak dinampakkan, misalnya seorang kriminal, dalam koran kuning, yang selalu ditutup piksel-piksel wajahnya supaya tidak nampak identitas wajahnya,”kata Agung.

“Kekuatan piksel untuk menutupi identitas seseorang dalam foto media massa itu menjadi inspirasi saya mengolah kembali visual dalam lukisan saya sehingga dapat menjadikan tertata sesuai bentuk-bentuk yang saya inginkan”, lanjut Azhar Horo.

Kini Azhar Horo identik dengan gaya lukis yang dominan dengan piksel-piksel. Ini pembuktian bahwa jiwa dan hidupnya adalah berkesenian, sehingga tragedipun menjadi sajian visual artistik di tangan seorang Azhar Horo. 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018