Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 50 mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Anti Korupsi (Permak) hari Rabu, mendatangi Gedung Kejaksaan Agung untuk menyatakan dukungannya pada Jaksa Agung Hendarman Supandji mengusut secara tuntas kasus dugaan penyimpangan dan penyelewengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Koordinator lapangan Permak Fajar di Gedung Kejakgung, Jakarta, mengatakan sebagai elemen bangsa, kedatangan rombongan mahaiswa itu merupakan bentuk dukungan agar Kejakgung mengusut kasus mega skandal BLBI secara tuntas. Sebelumnya, tim jaksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) akan memanggil dan memeriksa obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan sejumlah mantan pejabat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pekan depan. "Tim jaksa yang dibentuk sudah meneliti dan menyimpulkan akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap obligor dan pihak BPPN," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman. Kemas yang baru dilantik menjadi JAM Pidsus pada Selasa (24/7) lalu menambahkan, tidak hanya terhadap para obligor dan pejabat BPPN, tetapi semua pihak yang dapat membuat kasus BLBI menjadi terang benderang juga akan diperiksa. "Mereka juga akan kami panggil," ujar Kemas. Ketika ditanya siapa obligor yang diperiksa itu, Kemas tetap enggan menyebutkan, tetapi tetap dua obligor yang sedang dalam fokus pengusutan Kejagung. Pekan lalu Kemas sudah menyebutkan data kasus BLBI dua obligor. Meskipun Kejagung belum mengumumkan secara resmi nama para obligor, namun berdasarkan data yang beredar mengarah pada Anthony Salim (Salim Group) dan Syamsul Nursalim, sebab data yang dirilis Kejagung sesuai dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) pada 30 November 2006. Salinan audit BPK itu menyebutkan, nilai penjualan aset Salim Group yang diserahkan ke BPPN ternyata hanya 36,77 persen atau hanya Rp 19,38 triliun dari Rp 52,72 triliun yang seharusnya dibayar ke negara. Sementara terhadap Sjamsul Nursalim, berdasar audit BPK itu, dana BLBI yang harus dibayar Rp 28,488 triliun, namun setelah dilakukan perhitungan oleh auditor dari Price Waterhouse Cooper (PWC) 2000, nilai aset Sjamsul Nursalim hanya Rp 1,441 triliun. Menurut Kemas Yahya Rahman, penyidik Kejaksaan Agung memfokuskan penelitian dan pemeriksaan terhadap para obligor dalam hal penyelesaian utangnya kepada negara, bukan pada kebijakan tentang BLBI. Jaksa Agung Hendarman Supandji memberikan tenggat waktu penyelesaian kasus BLBI selama tiga bulan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007