Coolum, Australia (ANTARA News) - Para menteri keuangan APEC menyerukan, agar masyarakat dunia bertindak lebih jauh daripada Protokol Kyoto untuk menyelesaikan sepenuhnya masalah perubahan iklim dan mewaspadai meningkatnya sentimen dari kelompok proteksionis. Sebuah komunike yang dikeluarkan ke-21 Menkeu yang mengikuti pertemuan Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Coolum, negara bagian Queensland, Jumat, juga mendesak adanya tindakan untuk menyelesaikan masalah ketidakseimbangan ekonomi global. Para menkeu APEC, yang merepresentasikan sepertiga penduduk dunia, menyatakan bahwa mereka menyadari perlunya "tindakan yang nyata dan segera" dalam isu perubahan iklim tanpa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia. "Kami menganggap arsitektur global untuk menangani perubahan iklim dan sepakat bahwa kerangka kerja yang lebih efektif daripada Protokol Kyoto dalam proses perubahan iklim PBB mendesak untuk dikeluarkan," demikian komunike tersebut. Protokol Kyoto, tonggak kesepakatan lingkungan hidup yang dinegosiasikan di Kyoto Jepang pada 1997 itu memandatkan pengurangan efek rumah kaca yang diklaim menjadi penyebab pemanasan global. Protokol itu akan berakhir pada 2012. Australia dan Amerika Serikat (AS) telah menolak meratifikasi protokol itu karena menganggap kesepakatan tidak adil dengan tidak mewajibkan negara-negara ekonomi berkembang. Perdana Menteri (PM) Australia, John Howard, salah seorang yang dulunya begitu skeptis tentang isu perubahan iklim, kini telah mengagendakan perubahan iklim sebagai topik utama pertemuan para pemimpin APEC di Sydney pada September 2007. Para Menkeu APEC juga menyatakan, elemen besar berbasis pasar untuk melawan perubahan iklim harus dipertimbangkan, termasuk skema perdagangan emisi karbon, dan penerapan teknologi yang efisien energi. Dalam kesempatan itu, mereka juga mengekspresikan dukungan pada upaya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menjamin terciptanya kesepakatan penghilangan hambatan perdagangan global, namun memperingatkan kemungkinan peningkatan sentimen kelompok proteksionis. "Kami menganggap meningkatnya sentimen atas perdagangan dan investasi oleh kelompok proteksionis di seluruh dunia akan menjadi ancaman serius pada pertumbuhan dan standar kehidupan," kata mereka. Mereka mengatakan jaminan nilai tukar yang fleksibel akan menghambat meningkatnya kelompok proteksionis, serta mengurangi ketidakseimbangan perdagangan dunia dan investasi. "Di kawasan APEC, ini membutuhkan usaha peningkatan pendapatan nasional di AS, memperkuat tingkat konsumsi di China, melanjutkan upaya-upaya reformasi struktural, termasuk konsolidasi fiskal di Jepang mendorong investasi domestik di negara berkembang Asia," ungkap mereka. Menkeu Australia, Peter Costello, mengatakan bahwa pertemuan yang akan merekomendasikan kebijakan-kebijakan menjelang pertemuan pemimpin APEC itu digelar dalam suasana kerjasama yang informal dan penuh kekerabatan. "Saya yakin kami telah mempercepat agenda APEC dalam pertemuan ini," kata Costello. "Dalam aspek jaminan energi, aspek lingkungan, aspek pertumbuhan ekonomi, pasar modal, pembiayaan dan perdagangan." Sejumlah negara yang terlibat dalam APEC, yaitu Australia, Brunai Darussalam, Kanada, Chili, China, Hongkong, Indonesia, Jepang, Korsel, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, AS dan Vietnam. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007