Pekanbaru (ANTARA News) - Seribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Pertambangan dan Energi (FPE)- Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Provinsi Riau menuntut kenaikan upah buruh tahun 2018 sebesar 16 persen, bukan yang ditetapkan pengusaha sektor Migas sebesar enam persen tersebut.

"Sebab kenaikan sebesar enam persen ditetapkan oleh APINDO, jika dikonfersikan dengan rupiah, kenaikan hanya Rp150.000, sementara dijumlahkan dengan UMSP 2017 menjadi Rp2,6 juta + Rp150 ribu adalah Rp2,75 juta,  belum setara dengan UMK Kabupaten Bengkalis sebesar Rp2,9 juta," kata Wakil ketua DPC FPE Kabupaten Siak, Swandi Hutasoit, di Pekanbaru, Riau, Kamis.

Buruh yang berunjuk rasa melakukan aksi jalan kaki dari kantor gubernur Provinsi Riau ke kantor SKK Migas di Jalan Ahmad Yani, yang berada di Gedung Sucofindo, untuk melakukan orasi dan menyampaikan tuntutan. Dalam aksi demo itu delapan perwakilan dari FPE-KSBSI diterima delegasi pejabat SKK Migas.

Menurut Swandi, perundingan terkait kenaikan upah sesuai tuntutan tersebut tidak final, sehingga memicu buruh untuk melakukan aksi protes kenaikan upah minimum sektor migas itu.

Dengan digelarnya aksi protes ini,  pihaknya berharap agar semua pihak terkait memberikan perhatian serius serta mengakomodir apa yang menjadi tuntutan buruh pada hari ini.

"Kami menuntut kenaikan UMSP tahun 2018 sudah seharusnya 16 persen agar kesejahteraan buruh terjaga dalam menghidupi kebutuhan keluarganya, di samping menjadi setara dengan UMK Kabupaten Bengkalis tertinggi di Riau itu," katanya.

Pihaknya berharap upah buruh sejak Januari 2018 tidak lagi menggunakan ketentuan upah tahun 2017, dan berharap tuntutan ini dapat diselesaikan secepatnya agar buruh bisa bekerja dengan tenang karena upah yang diterima sudah layak.

"Jika buruh sejahtera, pada akhirnya hubungan yang harmonis terjadi antara pengusaha dan pekerja atau buruh dan produktivitas bisa meningkat," katanya. 
 

Pewarta: Frislidia
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018