Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2018 akan berada di 5,1 persen (year on year/yoy) atau bias bawah sasaran Bank Sentral di 5,1-5,5 persen karena penurunan kontribusi dari kinerja ekspor.

"Pertumbuhan ekspor yang terindikasi tidak sekuat prakiraan awal karena dipengaruhi tren harga komoditas global yang menurun," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis.

Hingga bulan keenam ini kinerja ekspor Indonesia belum sesuai ekspetasi. Hasil dari ekspor di Juni hanya 13 miliar dolar AS atau menurun 19,8 persen dibanding ekspor Mei 2018.

Dengan begitu, sepanjang Januari-Juni 2018, ekspor Indonesia hanya 89 miliar dolar AS, yang terdiri dari non migas 79,38 miliar dolar AS dan ekspor migas 8,67 miliar dolar AS. Sedangkan impor secara keseluruhan mencapai 89,04 miliar dolar AS di paruh pertama tahun ini.

"Itu telah mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi 2018 yang diprakirakan mendekati batas bawah kisaran proyeksi BI 5,1-5,5 persen," ujarnya.

Meski kontribusi ekspor menurun, Bank Sentral tampak optimistis konsumsi rumah tangga bisa membaik. Untuk triwulan II 2018, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi domestik tidak akan meleset jauh dari perkiraan sebelumnya di 5,2 persen.

Pertumbuhan di kuartal II didorong oleh perbaikan konsumsi rumah tangga karena melimpahnya stimulus fiskal seperti pencairan gaji ke-13, dan juga laju inflasi yang terjaga. Indikator dunia usaha dan konsumen pun menunukkan akselerasi roda perekonomian, meski masih terbatas.

Untuk investasi riil, Bank Sentral melihat akselerasi proyek infrastruktur akan menjadi daya tarik bagi investor.

Sebelum Rapat Dewan Gubernur Juli 2018 ini, BI dengan mantap memproyeksikan ekonomi Indonesia akna tumbuh 5,2 persen atau titik tengah sasaran Bank Sentral di 5,1-5,5 persen.

Sementara untuk pertumbuhan kredit, BI masih moderat mempertahankan target 10-12 persen (yoy) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) bank bertumbuh 9-11 persne (yoy).

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018