Jakarta (ANTARA News) - Tidak begitu banyak orang yang mengenal rawa lebak, karena keberadaannya tidak meluas seperti jenis lahan lainnya. Namun, lahan rawa lebak kini memegang peranan peting dalam upaya mempertahankan swasembada pangan mengingat semakin berkurangnya lahan optimal lainnya.

Rawa lebak merupakan cekungan yang dibatasi oleh satu atau dua tanggul sungai atau diantara dataran tinggi dengan tanggul sungai. Bahan induk rawa lebak umumnya merupakan endapan alluvial sungai, marine dan gambut yang terbentuk di era Holosen.

Potensi rawa lebak di Indonesia mencapai 14 juta hektar yang terdiri dari rawa lebak dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam.  Jika dikelola dengan baik, lahan rawa ini dapat memberikan produkvitas melalui peningkatan indeks pertanaman.

Sumatera Selatan, merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi rawa lebak cukup luas yaitu mencapai 1.1 juta hektar. Potensi ini sangat besar untuk ditingkatkan provitas dan indeks pertanamannya melalui inovasi teknologi pengelolaan lahan dan air.

Saat ini indeks pertanaman di lahan rawa lebak rata-rata baru 1 kali tanam atau IP 100. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan indeks pertanaman, baik faktor eksternal maupun faktor internal.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian turun lapang menyusuri rawa lebak di Sumatera Selatan tepatnya di Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin untuk menelisik kondisi eksisting dan menggali informasi potensi peningkatan indeks pertanaman di lokasi tersebut.

Desa Sungai Pinang memiliki IP 100-200 tergantung lokasi lahan yang dimiliki oleh petani. Saat ini keberadaan rawa lebak untuk berusaha tani pertanian berlomba-lomba dengan konversi lahan menjadi perumahan.

Luas kepemilikan lahan di desa ini sangat kecil, rata-rata kurang dari 2 ha dan sebagian besar masih ada yang menyewa atau bagi hasil dengan pemilik lahan yang notabene orang kota.

“Lahan di desa ini rata-rata sudah punya orang kota, yang kami takutkan sebentar lagi semua sudah jadi areal perumahan,” tutur Suratman, Ketua Kelompok Cahaya Tani.  

“Padahal banyak anggota poktan yang semangat bertani dan sudah mau menanam dua kali, terutama di lokasi yang agak jauh dari sungai sehingga lahannya tidak terkena pasang sungai.  Sebagian besar petani sudah menanam dua kali dengan pola tanam padi-padi. Namun masih ada yang menanam 1 kali,” lanjutnya lagi.

Ketua Kelompok Tani Cahaya Tani ini sangat bersemangat untuk meningkatkan indeks pertanaman, bahkan seringkali mencoba teknologi baru.  Saat ini lahannya sedang ditanami padi ungu, yang dia peroleh dari Jalur 8 Saleh, Kabupaten Banyuasin.

Selain itu, ada juga yang menanam ketan dengan performance baik di rawa lebak tersebut. Di lain pihak, masih ada anggota kelompok tani yang belum memperoleh informasi inovasi teknologi dalam pengelolaan lahan dan air agar produktivitas yang lebih baik.

Baca juga: Kementan tanam padi VUB Inpari 40 di Kabupaten Konawe Selatan

Ditambah lagi dengan kondisi lahan, sehingga mereka hanya menanam satu kali saja dalam setahun. Potensi peningkatan indeks pertanaman menjadi 200 sangat memungkinkan di desa ini, terutama dengan tata kelola air yang sesuai.

Pengelolaan tata air merupakan kunci pemanfaatan lahan rawa lebak dan peningkatan IP. Tidak seperti lahan pada umumnya, lahan rawa lebak ditanami saat memasuki musim kemarau.

Penataan saluran air yang baik sangat penting untuk mengendalikan air. Prinsipnya adalah areal yang terendam air setiap tahunnya perlu dibuat folder dan kanal selebar 4-5 meter.

Cara ini digunakan agar genangan airnya bisa dipompa. Jadi saat pasang, pintu kanal bisa dibuka sehingga air dapat tersedot keluar.  

Baca juga: TTP Geragai Jambi menuju pusat bisnis, edukasi, dan riset

Sudah banyak inovasi teknologi lahan rawa yang dihasilkan, di antaranya teknologi tata air,pengelolaan hara dan pupuk, pembenahan (ameliorasi) tanah, varietas unggul (padi, jagung, dan kedelai) yang adaptif untuk lahan rawa dan perbaikan budidaya.

Pendekatan mengenai manfaat peningkatan indeks pertanaman serta pengawalan teknologi masih sangat dibutuhan di desa ini. Lokasinya yang notebene dekat dengan kota, tidak memastikan mereka menerima inovasi teknologi terkini.

“Kami harap informasi teknologi bisa sampai di sini dan selalu dilakukan pendampingan teknologi,  agar seluruh sawah di sini bisa tanam dua kali dalam setahun,” pungkas Suratman.

Baca juga: Inovasi SDG Pangan Balitbangtan hadir di Gelar Pangan Nusantara 2018

Pewarta: Suryanto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018