Nantinya akan dimunculkan nama yang mengejutkan dari kubu Jokowi
Jakarta (ANTARA) - Tanpa terasa tanggal 4-10 Agustus 2018 sudah di depan mata seluruh bangsa Indonesia, karena saat-saat itulah partai-partai politik akan mengumumkan bakal calon presiden dan wakil presiden masa bakti 2019-2024 karena pemilihan presiden dan wakil presiden dijadwalkan berlangsung pada 17 April 2019.

Pada hari Senin (30/7) Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Jakarta. Pembicaraan kedua letnan jenderal purnawirawan TNI-AD itu berfokus pada apakah parpol yang mereka pimpin itu akan bersatu atau tidak dalam memasuki pilpres 2019.

Ternyata perundingan mereka itu cukup mengejutkan karena Demokrat dan Gerndra sepakat untuk berkoalisi dalam menghadapi pesta demokrasi tahun mendatang itu. Yang lebih mengejutkan adalah pernyataan Yudhoyono yang menyerahkan keputusan mengenai siapa yang bakal diusung sebagai bakal calon wakil presiden "koalisi" baru ini kepada Prabowo.

Sebelumnya Prabowo mengatakan dirinya akan tetap maju ke dalam pilpres mendatang. Namun ia seolah-olah "menantang" bahwa kalau ada bakal calon presiden yang "lebih baik" dari dirinya maka ia siap mundur.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo beberapa hari sebelumnya mengundang beberapa ketua umum partai politik pendukungnya untuk "sekedar" makan malam di Istana Bogor. Namun ternyata tidak ada keterangan resmi tentang isi perundingan disana.

Yang hadir antara lain Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuzy serta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.

Kemudian Jokowi yang sudah hampir pasti 100 persen maju pada pilpres 2019 juga mengundang pimpinan tiga partai politik lainnya yakni Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) serta Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Baca juga: Abdul Somad siratkan tolak jadi cawapres
Baca juga: Amien: PAN tidak ajukan kader untuk cawapres



Dengan demikian masyarakat sudah bisa melihat gambaran kasar porsi pembagian kelompok partai pendukung Jokowi serta kelompok oposisi.

Sekalipun demikian, yang paling ditunggu-tunggu hampir seluruh rakyat Indonesia adalah siapakah yang akan mereka pilih sebagai bakal calon wakil presiden sebagai pendamping bakal calon presiden 2019-2024?. Selama beberapa bulan terakhir ini sebenarnya rakyat di Tanah Air sudah mulai mendengar tokoh masyarakat yang "layak" menjadi "orang kedua" dalam masa bakti kepresidenan mendatang.

Dari kelompok pro Jokowi, sudah mulai "dijual" nama- nama Romy atau Romahurmuzy (PPP), Muhaimin Iskandar (PKB). Kemudian juga ada nama mantan panglima TNI Jendela Purnawirawan Moeldoko yang sekarang menjadi Kepala Staf Kepresidenan hingga menjadi salah satu pembantu terdekat Jokowi. Kemudian muncul nama Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi yang lebih populer dengan sapaan Tuanku Guru Bajang alias TGB.

Sementara itu, dari "kelompok oposisi" muncul juga banyak nama mulai dari Agus Harimuri Yudhoyono yang merupakan anak pertama SBY, Salim Segaf Al Jufri yang dikenal sebagai tokoh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Juga pernah dsebut-sebut nama Ahmad Heryawan alias Aher yang merupakan mantan gubernur Jawa Barat serta Tifatul Sembiring yang pernah menjadi menteri komunikasi dan informatika.

Ternyata muncul begitu banyak nama bakal calon wakil presiden baik dari kelompok penguasa maupun oposisi. Namun yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apakah nama-nama itu benar-benar bakal dijadikan calon wakil presiden atau ada nama yang sebenarnya "masih disembunyikan" yang baru ditampilkan atau dimunculkan pada waktu pendaftaran bakal calon presiden-wakil presiden pada 4-10 Agustus.

Masyarakat tentu ingat pernyatan staf Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin bahwa nantinya akan dimunculkan nama yang mengejutkan dari kubu Jokowi. Karena Ngabalin baru bekerja sekitar empat bulan di KSP, maka tentu bisa diperkirakan dia tidak akan berani omong sembarangan sehingga ucapannya patut bisa diduga diketahui atau disampaikan atas perintah "bosnya".

Pertarungan

Melihat suasana persiapan pengumuman pencalonan bakal calon presiden lengkap dengan pendampingnya maka pertanyaannya adalah bagaimana rakyat harus bersikap atau bereaksi?

Karena masyarakat Indonesia menjadi pemegang kedaulatan di Tanah Air maka tentu rakyat perlu bahkan harus tahu siapa saja yang bakal menjadi pengendali pemerintah untuk masa bakti Oktober 2019 hingga Oktober 2024. Karena sekarang Joko Widodo menjadi Presiden maka bisa diperkirakan bahwa mantan wali kota Solo dan sekaligus mantan gubernur DKI jakarta itu mempunyai peluang yang paling besar untuk terpilih kembali sebagai kepala negara.

Tapi tentu saja ada beberapa syarat yang harus dipenuhinya terutama saat menentukan calon wakilnya. Sekalipun dia didukung oleh beberapa parpol, yang paling utama adalah dia sendirilah yang harus menentukan siapa yang bakal dipilihnya karena Jokowi-lah menjadi pengguna utama seorang wakil presiden.

Selain itu, karena ini adalah sebuah koalisi, maka amat pantas jika ada proses "memberi dan menerima" atau kerennya proses "take and give". Jika ada seorang ketua umum parpol misalnya saja Romy dan Muhaimin batal menjadi calon wakil presiden maka bisa diperkirakan PKB atau PPP menuntut "imbalan atau balas jasa" sebagai kompensasi. Bisa saja mereka "menuntut" jabatan menteri sebanyak mungkin dalam kabinet mendatang, ataukah ketua MPR, DPR, atau apa pun juga.

Sementara itu, di kelompok oposisi, pertanyaan serupa juga bisa. Kalau Prabowo tetap menjadi calon presiden, maka siapa pendampingnya, apakah Agus Harimurti ataukah Salim Segaf. Bahkan kini tampil juga nama Kiai Somad Batubara yang walaupun baru beberapa saat populer di masyarakat sudah dimunculkan sebagai bakal calon tokoh politik.

Partai-partai politik tentu saja boleh mencoba menampilkan tokoh-tokoh mereka untuk maju ke dalam pilpres 2019, baik demi kepentingan partai itu sendiri maupun rakyat. Namun pertanyaan yang paling hakiki  adalah benarkah semua partai itu sungguh-sungguh memikirkan perbaikan nasib rakyat di Tanah Air ini?.

Sekarang saja manusia Indonesia sudah sekitar 262 juta jiwa yang puluhan juta di antaranya masih hidup di bawah garis kemiskinan Buktinya masih banyak gelandangan di kota-kota Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan banyak kota lainnya. Masih banyak orang tua yang tak sanggup menyekolahkan anak-anak tercinta mereka ke lembaga pendidikan tinggi,

Kemudian, masih saja terdengar kabar ada orang yang meninggal dunia karena sakit dan tidak mempunyai biaya untuk berobat ke rumah sakit. Belum lagi jutaan orang masih mengganggur.

Karena 1.001 persoalan pelik masih menyelimuti begitu banyak rakyat di Tanah Air, maka apakah semua pimpinan parpol benar-benar memikirkan bagaimana caranya memperbaiki nasib rakyat? Jangan yang dipikirkan cuma bagaimana menjadi presiden atau wakil presiden, menteri dan berbagai jabatan lainnya yang seringkali digambarkan penuh dengan kenikmatan duniawi.

Menjadi presiden dan wapres bukan cuma menjadi pemimpin pemerintahan selama lima tahun tapi bagaimana bisa memanfaatkannya untuk mengabdi kepada rakyat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pewarta: Arnaz F. Firman
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018