Jakarta (ANTARA News) - Menko Perekonomian Boediono menyatakan bahwa melebarnya kesenjangan (gap) antara penduduk miskin dengan penduduk kaya terjadi hampir di semua negara yang sedang berkembang termasuk Cina saat ini. "Ini terjadi hampir di mana saja, dan tugas pemerintah untuk mengurangi kesenjangan itu," kata Boediono di Gedung Utama Departemen Keuangan Jakarta, Kamis. Ia menyebutkan, di negara-negara Asia Timur yang saat ini perkembangannya sangat pesat, tidak dapat dihindari adanya kelompok masyarakat yang tidak dapat menikmati "kue" pertumbuhan ekonomi yang terjadi, karena mereka yang menikmati adalah kelompok yang sudah siap. "Mereka yang siap adalah yang punya ketrampilan, punya modal, punya tanah dan lainnya. Ini memang konsekuensi ekonomi yang tumbuh di mana pendorongnya adalah orang-orang yang sudah siap," katanya. Menurut Boediono, untuk mengurangi gap itu pemerintah mempunyai berbagai program terutama program penaggulangan kemiskinan. "Di Cina juga terjadi peningkatan gap seperti itu di mana mereka yang bisa nyantol di sektor IT yang menikmati income luar biasa besar, tetapi mereka yang masih di pertanian dan di daerah-daerah pelosok belum terkena peningkatan pendapatan," katanya. Ketika ditanya bagaimana jika pemerintah mengedepankan program pemerataan daripada pertumbuhan, Boediono mengatakan, paling tidak harus dilakukan bersama-sama. "Harus ada dulu `kue` yang bisa dibagi-bagi. Kalau pemerataan dulu yang dilakukan, apakah kemiskinan itu sendiri yang harus diratakan kepada semua orang," kata Boediono. Menanggapi penanggulangan yang dilakukan oleh Bangladesh yang dipelopori oleh Muhamad Yunus yang kemudian menerima Hadiah Nobel, Boediono mengatakan, itu merupakan ide bagus dan Bank BRI di Indonesia juga ada yang menyerupai di Bangladesh. "Tapi memang ada yang bisa kita pelajari dari mereka di mana ada peran wanita, dan upaya mengkaitkan kredit/simpanan tidak saja dengan kredit/simpanan semata tapi juga dengan yang lebih luas yaitu pelayanan bagi warga miskin terutama asuransi atau bentuk lainnya," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007