Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Hari Wibowo, memperkirakan bahwa gejolak pasar modal global yang terjadi saat ini akan mempersulit pemerintah dalam melakukan pembiayaan defisit APBN 2007 yang telah dinaikkan dalam dari 1,1 persen (Rp40,5 triliun) menjadi 1,54 persen (Rp58,3 triliun) pada APBNP 2007. "Dampak dari adanya gejolak pasar modal global itu adalah pembiayaan APBN akan semakin mahal harganya," kata Dradjad dalam diskusi mengenai penerimaan pajak di Jakarta, Senin. Menurut dia, salah satu dampak dari pasar keuangan global yang saat ini terkena shock (guncangan) karena kasus "subprime mortgage" adalah adanya pembalikan dana asing dari emerging market (pasar yang sedang berkembang) termasuk Indonesia. Kasus tersebut akan menyebabkan pelaku pasar meminta bunga Surat Utang Negara (SUN) yang lebih tinggi karena saat ini mereka ada keinginan untuk keluar sementara pemerintah merencanakan kenaikan penerbitan SUN. Pemerintah ingin jual, tetapi pelaku pasar tidak menginginkan sehingga jika tidak ada kenaikan bunga, pelaku pasar tidak akan membeli. "Kemudian jika pemerintah melakukan divestasi BUMN, maka mereka akan menawarkan harga yang lebih rendah karena mereka sedang ingin keluar dari emerging market," katanya. Dradjad menyebutkan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2007 yang sudah disetujui oleh Panitia Anggaran DPR, target tax ratio diturunkan dari 14,4 persen menjadi 13,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Target penerimaan pajak turun dari Rp509,5 triliun menjadi Rp489,9 triliun di mana target Pajak Penghasilan (PPh) diturunkan dari Rp261,7 triliun menjadi Rp251,7 triliun, sementara target Papak Pertambahan Nilai (PPN) turun dari Rp161 triliun menjadi Rp152,1 triliun. Sebagai konsekuensinya, menurut dia, target defisit APBN 2007 naik dari 1,1 persen menjadi 1,54 persen, meskipun belanja negara sudah ditekan/diturunkan sekitar Rp17 triliun. Langkah utama untuk menutup pembengkakan defisit tersebut adalah dengan menambah penerbitan SUN, di mana SUN netto naik sekitar Rp18 triliun dari Rp40,6 triliun menjadi Rp58,5 triliun. Ia menilai, dari sisi pembiayaan APBN, kegagalan penerimaan pajak bukan hanya memperberat beban fiskal APBN 2007 saja tetapi juga beban fiskal pada tahun-tahun yang akan datang. Pelaku pasar mengetahui bahwa penerimaan pajak kurang menggembirakan. Tanpa kondisi itu saja, menurut dia, pelaku pasar akan minta bunga yang lebih tinggi sebagai respon terhadap pelelehan pasar keuangan global. Ditambah dengan kurang menggembirakannya penerimaan pajak, bunga yang akan diminta akan semakin tinggi lagi karena mengetahui pemerintah sedang membutuhkan. "Jadi kegagalan penerimaan pajak membuat pembiayaan defisit APBN semakin mahal harganya, selain itu juga membuat anjloknya ketersediaan dana bagi pengentasan kemiskinan dan pengangguran," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) itu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007