Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menyatakan keinginannya untuk melakukan kerjasama dengan menggandeng International Air Transport Association (Asosiasi Perusahaan Penerbangan Sipil Internasional/IATA) guna meningkatkan keselamatan penerbangan (safety) di tanah air. "Kita ingin kerjasama dengan IATA, khususnya melalui program IOSA (IATA Operational Safety Audit)," kata Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal kepada pers saat jeda Diskusi Meja Bundar Keselamatan Penerbangan, di Jakarta, Selasa. Menurut Jusman, dalam progam IOSA itu terdapat langkah-langkah untuk melakukan proses audit keselamatan penerbangan sesuai dengan standar internasional, sehingga bahasanya sama. Oleh karena itu, pihaknya sangat menganjurkan maskapai di Indonesia mengikuti program IOSA tersebut. "Inginnya diwajibkan, tetapi sepertinya terlalu berat. Jadi, sangat menganjurkan dan itu mengarah kepada agak wajib," katanya. Jusman mengaku, hingga saat ini, sudah ada sejumlah maskapai domestik selain PT Garuda Indonesia yang berminat dengan program IOSA. "Sudah ada empat maskapai yang berminat selain Garuda, seperti AdamAir, Lion Air dan Mandala," katanya. Dirjen Perhubungan Udara, Budhi M. Suyitno, mengatakan pihak IOSA siap menindaklanjuti permintaan kerjasama dengan IATA. "September ini mereka buka kelas gratis untuk maskapai Indonesia yang berminat. Mereka batasi 30 maskapai untuk mendengar prinsip-prinsip IOSA," katanya. Selain itu regulator di Indonesia dalam menerapkan standar keselamatan penerbangan juga mengacu pada standar yang ditetapkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Kemudian, pada sisi operasional penerbangan, Indonesia juga mengacu pada standar yang ditetapkan Federal Aviation Administration (FAA). "Presisi aturan operasional dengan standar FAA ini sedang dikerjakan," katanya. Dengan demikian, Indonesia berminat dan berkomitmen untuk menerapkan seluruh standar global keselamatan penerbangan baik dengan ICAO, FAA dan IATA, termasuk permintaan perbaikan dari Uni Eropa. Berdasarkan kondisi itu pemerintah ke depan tidak akan melikuidasi perusahaan penerbangan, tetapi secara alami maskapai penerbangan akan rontok dengan sendirinya jika tak mampu memenuhi regulasi keselamatan."Bisnis penerbangan adalah bisnis keselamatan," katanya. Khusus dengan ICAO, tambah Jusman, Indonesia ingin menjadi anggota dewan council ICAO sehingga negeri ini menjadi peserta aktif dan Indonesia punya kewajiban untuk menselaraskan segala peraturan keselamatan penerbangan dengan standar ICAO. Sangat berat Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar mengemukakan untuk memenuhi IOSA, pihaknya melalui dengan sangat berat karena standarnya internasional. "Mereka sudah cek Garuda dari segala sisi, termasuk sistem monitoring operasional, engineering, personil licensing dan lainnya. Insya Allah akhir tahun ini, Garuda sudah lolos," kata Emirsyah. Emirsyah mengaku sangat berat dan untuk itu saat ini sedang memasuki tahap finalisasi audit dan untuk itu, Garuda juga menggandeng konsultan dari Marsh internasional. "Standar IOSA diperlukan bagi Garuda guna menyamakan standar dengan penerbangan internasional, sehingga ketika melakukan kerjasama bisnis seperti code share dengan maskapai global tidak lagi menghadapi hambatan," katanya. Emirsyah menyebut hingga saat ini maskapai di dunia yang lolos IOSA hanya ada sekitar 163 perusahaan penerbangan. Senada dengan Emirsyah, Dirut AdamAir, Adam Aditia Suherman, mengaku pihaknya sudah empat bulan bersama konsultan audit penerbangan Marsh menyiapkan sejumlah langkah untuk memenuhi persyaratan IOSA. "Kami sepakat menggunakan waktu sekitar 1,5 tahun untuk gap analisis. Artinya, selama waktu itu, AdamAir harus mampu memenuhi segala persyaratan untuk IOSA. Setelah itu, tim dari IOSA akan datang ke AdamAir," katanya. Oleh karena itu, pihaknya memperkirakan AdamAir baru lolos IOSA tahun depan. "Target akhir tahun ini adalah menjadi maskapai kategori I dan tahun depan baru dengan IOSA," kata Adam. (*)

Copyright © ANTARA 2007