Jakarta, (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah masih memfinalisasi peraturan pembatasan impor, hingga saat ini pengetatan lebih akan dilakukan terhadap barang konsumsi, tidak termasuk bahan baku dan barang modal.

"Akan dikaji lagi, dan kebanyakan barang konsumi. Bahan baku tentu tidak dipersulit ya, dan juga barang modal," kata Airlangga saat ditemui di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Pemerintah Indonesia sedang merumuskan kebijakan pembatasan impor terhadap 500 jenis barang, menyusul membengkaknya defisit neraca transaksi berjalan menjadi delapan miliar dolar AS atau tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal II 2018.

Pada Juli 2018, defisit neraca perdagangan internasional malah semakin melebar mejadi 2,03 miliar dolar AS yang diperkirakan akan meningkatkan defisit transaksi berjalan di kuartal III 2018.

Kebijakan pembatasan impor, menurut Airlangga, juga diterapkan untuk mendorong pertumbuhan penjualan produk dalam negeri. Kemenperin juga, ujarnya, akan mendorong produsen dalam negeri untuk berpaling menggunakan produk dalam negeri yang sudah menjadi substitusi impor. Contoh produk itu seperti bahan baku plastik yang sudah diproduksi oleh dua pabrik, dan juga bahan kimia.

"Subtitusi impor kan harus ada barang yang udah ada di dalam negeri, nah itu kita dorong untuk beli di dalam negeri. Tapi kalo barang yang masih diperlukan untuk bahan baku industri, tentu tidak dipersulit [impornya]," kata dia.

Disinggung lebih lanjut, Airlangga belum dapat mengungkapkan banyak jenis barang konsumsi yang impornya akan dibatasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menekankan pemerintah akan mengambil langkah tegas dan signifikan untuk mengurangi impor agar dapat menurunkan defisit neraca transaksi berjalan.

"Di Indonesia, salah satu yang dianggap harus dikendalikan adalah neraca pembayaran kita yaitu defisit transaksi berjalan," kata Sri Mulyani dalan konferensi pers usai rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (14/8).

Neraca transaksi berjalan menggambarkan arus dana atau pembayaran dari dalam ke luar negeri, maupun sebaliknya. Sebagai gambaran, jika neraca transaksi berjalan defisit, maka devisa dari dalam negeri lebih banyak yang mengalir ke luar.

Hal itu menimbulkan persepsi kepada investor bahwa aset-aset rupiah kurang begitu aman, karena devisa yang keluar lebih banyak dibanding yang masuk. Keluarnya modal-modal investor dari aset rupiah seperti Surat Berharga Negara (SBN) yang membuat dolar AS menguat dan akhirnya melemahkan nilai tukar rupiah.

Baca juga: Menteri Susi: saatnya mengurangi impor

Baca juga: Pemerintah identifikasi 500 komoditas untuk kurangi impor

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2018