Kualitas air yang buruk juga dipicu letak KJA yang belum mengikuti cara budidaya ikan yang baik
Medan,  (ANTARA News) - Tim Perikanan dan Kelautan memprediksi awal penyebab kematian sekitar 180 - 200 ton ikan dalam keramba jaring apung (KJA) di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, akibat menurunnya kualitas air Danau Toba.

"Tim Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut, Samosir dan Karantina Pusat dari Kemenerian Perikanan dan Kelautan masih terus mendalami penyebab kematian ikan secara mendadak itu," kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut Mulyadi Simatupang di Medan, Jumat.

Menurut dia, tim masih terus mencari tahu penyebab kematian ikan dalam KJA itu meski hasil sementara ditemukan dampak kualitas air yang buruk.

Untuk mencaritahu kepastian penyebab kematian ikan itu, tim sudah mengambil contoh air dari KJA untuk diperiksa di laboratorium.

Mulyadi menjelaskan, berdasarkan pengamatan visual di lapangan atau daerah Pangururan, warna air terlihat kecoklatan dan keruh.

Kualitas air yang buruk itu antara lain disebabkan Samosir mulai memasuki puncak musim kemarau disertai angin yang kencang.

Kondisi ini, ujar Mulyadi, membuat bahan organik didasar perairan khususnya di sekitar KJA naik ke atas perairan (up-welling) sehingga kandungan oksigen di perairan tersebut sangat rendah.

"Kualitas air yang buruk juga dipicu letak KJA yang belum mengikuti cara budidaya ikan yang baik (CBIB) seperti ke dalaman perairan, padat tebar dan jarak antar unit KJA," katanya.

Mulyadi mengakui, kematian ikan yang sekitar 180 -200 ton itu menimbulkan kerugian Rp5 miliar hingga Rp6 miliar.

Adapun jumlah peternak yang merugi sebanyak 18 orang.

"Kematian ikan mas dan nila sekitar 180 ton di KJA Desa Pintu Sona, Pangururan, Kabupaten Samosir, 22 Agustus itu menjadi pelajaran buat semua," katanya.

Dari hasil pemeriksaan Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Samosir, kadar oksigen dalam air (Diasolved Oxygen atau DO) Danau Toba berkisar 2,28 Mg/L.

Kondisi itu jauh di bawah standar mutu air yang ditetapkan pemerintah berdasarkan PP 82/2001 yakni minimal 6,0 Mg/L.

"Selain terus mencar tahu penyebab kematian, tim juga sedang mengatasi dampak kejadian itu yang menimbulkan aroma busuk" katanya.

Bersama masyarakat, tim terus mengangkat bangkai-bangkai ikan dari danau itu.*

 

Baca juga: Walhi desak pemerintah tertibkan keramba Danau Toba

 

Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018