Bali (ANTARA News) - Deputi Gubernur Senior BI, Miranda S. Goeltom, memperkirakan krisis kredit perumahan di AS tidak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Asia mengingat besarnya peranan sektor perdagangan dan jasa untuk mengimbangi sektor finansial dalam pertumbuhan ekonomi. "Saya melihat dampak penurunan di AS tidak akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi global, terutama Asia. Ada beberapa kajian mengatakan kalau ekonomi AS turun beberapa puluh basis poin, kita cuma turun 20 persen. Kalau dulu Amerika bersin, kita bisa flu berat, sekarang paling kita cuma pilek," kata Miranda dalam sebuah seminar internasional tentang pendalaman sektor keuangan di Tanah Lot Bali, Rabu. Ia menjelaskan, saat ini terjadi perubahan di antara AS dan Asia dimana pada 1997-1998 ekspor Asia ke AS mencapai lebih dari 30 persen dan saat ini hanya sekitar 16 persen. "Artinya kalau terjadi sesuatu di AS, dampaknya ke Asia juga lebih kecil, kalau dilihat dari sisi neraca perdagangan. Transaksi berjalan dari negara-negara Asia tidak akan sedemikian parah," katanya. Terkait peranan sektor jasa, menurutnya, 19 persen PDB di India dan 37 persen di Hongkong disumbangkan oleh sektor jasa. "Itu sumbangan dari sektor pendidikan, hukum, dan produk jasa lainnya. Sehingga kalau ada sesuatu di pasar keuangan dan sektor jasanya masih bagus, maka ada penahannya," katanya. Ditambahkannya, BI pasti akan mengeluarkan kebijakan apapun yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas sektor finansial. "Saya katakan, semua sedang kita pelajari," tambahnya. Ia juga mengingatkan agar perbankan mewaspadai pembelian aset, baik melalui merger atau akuisisi, dengan menggunakan dana hasil sekuritisasi aset (asset backed securities). "Yang bermasalah bagi kita cukup banyak leverage buy out/LBO, pembelian, merger atau akuisisi dengan bank besar yang dibeli menggunakan aset seperti ini," kata Miranda. Ia menjelaskan, jika aset yang digunakan adalah aset yang terkait dengan `subprime mortgage` maka dipastikan produk derivatif yang terkait dengan hal itu akan terpengaruh. Sedangkan pelemahan rupiah yang saat ini terjadi, Miranda mengatakan BI akan tetap berada di pasar dan melihat kondisi yang terjadi. "Kalau dilihat pelemahan rupiah karena indeks pasar saham. Itu bukan karena masalah fundamental di Indonesia, tapi justru karena investor yang dulu turun di pasar modal, SUN, dan SBI, sekarang membutuhkan dana karena mereka sedang kekurangan di luar negeri. Ini masalah likuiditas,` katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007