Kuala Lumpur (ANTARA News) - Industri atau bisnis pembantu rumah tangga (PRT) di Malaysia terpuruk akibat seringnya kasus penyiksaan pembantu oleh segelintir majikan dan publikasi yang besar sehingga membuat pembantu asal Indonesia enggan bekerja di negara jiran ini. "Sekitar 50 persen pasokan pembantu asal Indonesia merosot akibat banyaknya kasus penyiksaan oleh segelintir majikan dan rendahnya gaji pembantu asing dibandingkan dengan negara lain," kata Presiden PAPA (Persatuan Agensi Pembantu-rumah Asing) Zulkepley Dahalan, di KBRI Kuala Lumpur, Rabu. Dalam jumpa pers bersama dengan Kuasa Usaha Ad-interim KBRI Kuala Lumpur AM Fachir, Zulkepley mengemukakan, publikasi yang besar-besaran di media massa Indonesia mengenai penyiksaan pembantu di Malaysia menyebabkan orang-orang Indonesia enggan bekerja di Malaysia. "Sudah gaji pembantu di Malaysia kecil yakni hanya 400 ringgit per bulan, dibandingkan dengan Singapura yang sudah 700 ringgit per bulan, Hongkong 1.300 ringgit per bulan, dan Taiwan sudah 1.700 ringgit per bulan ditambah banyak kasus penyiksaan maka industri pembantu rumah tangga Malaysia saat ini menjadi terpuruk," katanya. Jumpa pers itu diadakan karena belum lama ini, PRT asal Demak Kunarsih, meninggal karena disiksa oleh majikannya. Sebelumnya, Parsiti dan Ceriyati terpaksa kabur dari apartemen tinggi melalui jendela yang mengancam nyawanya karena tidak tahan disiksa oleh majikannya. Presiden PAPA menyesalkan mengapa pemerintah Indonesia dan Malaysia masih memboleh rekrutmen pembantu melalui individual. "Kasus Kunarsih itu jelas sekali, dia direkrut oleh WNI Wahyu Hidayat Karno dan diberikan kepada sebuah agensi pemasok PRT Malaysia yang tidak punya izin tapi mendapatkan izin kerja dari pemerintah Malaysia," katanya. AM Fachir dan Zulkepley sepakat bahwa Indonesia dan Malaysia bersalah dan melanggar kesepakatan bersama bahwa rekrutemn PRT itu harus melalui sebuah agensi atau PJTKI yang legal. "Saya tahu di Pulau Penang untuk mendapatkan pembantu seorang sopir taksi pun bisa memasoknya sebagai calo," kata Zulkepley. Padahal berdasarkan UU no 39 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia, pengiriman TKI mulai dari daerah asal hingga ke majikan dan kembali ke kampung halaman itu dikontrol seperti pesawat terbang tapi implementasinya tidak jalan, tambah dia. PAPA meminta agar masyarakat Malaysia menghargai pembantu. Pekerja formal yang gajinya jauh lebih besar bekerja hanya delapan jam tapi pembantu rumah di Malaysia, bisa bekerja 12 jam bahkan lebih," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007