Jambi (ANTARA News) - Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba dan lebih dikenal Suku Kubu, yang hidup di hutan dan kini sebagian besar terlantar di luar hutan akibat hutan habis dirusak, telah dijadikan komoditi untuk menarik simpati internasional. Mereka kini menjadi komoditi dimanfaatkan sejumlah LSM/aktivis lingkungan untuk mencari keuntungan dengan "menjual" Kubu agar memperoleh bantuan dana dari dunia internasional, kata Direktur LSM Kopsad, Budi Vrihasphati Jauhari di Jambi, Jumat. "Selama ini sejumlah kelompok aktivis hanya menjual kekubuan kubu dengan menjual isu lingkungan untuk menarik simpati dunia internasional. Di satu sisi hutan kian habis, kubu tetap jadi kubu. Ratusan KK kubu hidup merana di padang sawit, pada ilalang dan kebun karet", katanya. Sementara itu, salah seorang tokoh SAD mualaf Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) Kabupaten Merangin dan Sarolangun Provinsi Jambi, Helmi, mengharapkan pemerintah provinsi dan kabupaten serius mengurus SAD. Saat ini puluhan SAD yang telah dimukimkan di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Tebo, Bungo, dan Muaro Jambi kian terdesak akibat hutan yang rusak. Orang Rimba itu juga kini menghadapi berbagai masalah seperti kekurangan pangan, dan kurang gizi. Salah seorang mahasiswa pasca sarjana jurusan kesehatan masyarakat Drg. Sony Propesma yang kini melakukan penelitian kesehatan Orang Rimba di Kec. Pamenang, Kab. Merangin, mengakui berdasarkan hasil surveinya puluhan wanita dan balita SAD mengalami gizi buruk, dan menderita sakit. Akibat kekurangan pangan itu puluhan kepala keluarga (KK) telah eksodus ke kebun karet dan sawit milik perusahaan dan masyarakat. Sebab itu diharapkan Dinas Kesehatan Provinsi Jambi agar mengusulkan dana hibah bank dunia untuk disalurkan kepada SAD, khususnya Orang Rimba yang mualaf atau yang sudah hidup menetap.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007