Jakarta (ANTARA News) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengatakan potensi pengembangan bioenergi (bahan bakar nabati) Indonesia cukup besar, selain karena tingginya keanekaragaman hayati (biodiversitas), juga karena ketersediaan lahan untuk bioenergi mencapai 5,4 juta hektar. "Rinciannya 2,7 juta hektar lahan sudah dilepaskan, namun belum diproses hak guna usaha (HGU)-nya, 302 ribu hektar HGU perkebunan kelas V dan 2,387 juta hektar izin usaha perkebunan yang tidak aktif," katanya dalam Seminar Nasional Bio-Energi dalam rangka memperingati HUT Kader Muda Demokrat ke-4 di Jakarta, Senin. Di atas lahan potensial tersebut, ujarnya, bisa ditanam beberapa jenis tanaman penghasil bioenergi seperti kelapa sawit, jarak pagar, tebu, singkong dan lain-lain sesuai potensi lokalnya. Target bahan bakar nabati (BBN) pada 2010, urainya, yakni biodiesel sebesar konsumsi solar 10 persen yakni 2,41 juta kilo Liter, bioetanol sebesar lima persen konsumsi premium atau 1,48 juta KL, biokerosin 1 juta KL, dan pemanfaatan Pure Plant Oil (PPO) untuk pembangkit listrik sebesar 0,4 juta KL. Total pemanfaatan biofuel 2010 mencapai dua persen energi mix nasional, yakni sebesar 5,29 juta KL, katanya. Sementara itu, target 2025, pemanfaatan biodiesel sebesar 20 persen konsumsi solar 10,22 juta kL, bioetanol 15 persen konsumsi premium 6,28 juta KL, biokerosen 4,07 juta KL, PPO 1,69 juta KL sehingga total pemanfaatan biofuel sebesar lima persen energi mix yaitu 22,26 juta KL. Untuk mengejar target tersebut, ujarnya, pemerintah mendorong terbangunnya desa-desa mandiri energi hingga 1.000 desa, mendorong setiap daerah mengembangkan bahan bakar nabatinya sesuai potensi yang ada, serta membangun kawasan khusus pengembangan BBN. "Dengan mengembangkan bioenergi diharapkan tercipta juga lapangan kerja bagi 3,5 juta orang, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat," katanya. Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Tani Indonesia Soepriyatno mengatakan, jika kebutuhan biodiesel 2009 mencapai 720 juta liter atau 720 ribu ton CPO atau 205 ribu hektar kebun sawit berarti dibutuhkan 68 ribu tenaga kerja di perkebunan. Selain itu perlu dibangun 25 pabrik berkapasitas 30 ribu ton per tahun dan 5.000 orang yang bekerja di pabrik untuk memproses minyak sawit menjadi biodiesel. "Ini mengurangi impor solar 720 juta liter atau sama dengan 216 juta dollar AS jika harga solar 30 sen dollar per liter," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007