Kuala Lumpur (ANTARA News) - Asosiasi pengacara Malaysia yang tergabung dalam Majlis Peguam menyesalkan lambannya tindakan hukum terhadap empat polisi Malaysia yang melakukan penganiayaan terhadap wasit karate asal Indonesia, Donald Pieter Luther Kolopita, yang menyebabkan korban mengalami luka serius dan dirawat di RS Tunku Jafar, Seremban, Negeri Sembilan, beberapa waktu lalu (24/8). "Mereka (Majlis Peguam) menyesalkan itu (kelambanan)," kata Ketua Umum Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Indra Sahnun Lubis, kepada ANTARA di Kuala Lumpur, Selasa. Untuk itu, pihak Peguam sepakat dengan IPHI meminta pihak kepolisian mempercepat proses hukum terhadap keempat polisi pelaku pengeroyokan sampai ke tingkat mahkamah (pengadilan). Presiden (Ketua) Majlis Peguam, Ambiga Sereene Vasar, menyatakan penyesalan itu pada saat tim Delegasi tim advokat Indonesia dari IPHI yang terdiri atas Indra Sahnun Lubis (Ketua Umum), H Abdul Rahim Hasibuan (Wakil Sekjen), Sitor Situmorang (Ketua V), Herman Kadir (Ketua Koordinator Wilayah Sumatera), Akbar Lubis (Sekretaris Dewan Kehormatan IPHI) mendatangi kantornya di Kuala Lumpur. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Majlis Peguam mengakui bahwa kelambanan proses hukum terhadap pihak oknum kepolisian yang melakukan pelanggaran sudah sering terjadi. Bahkan bila tidak didesak maka belum tentu mereka (pihak kepolisian Malaysia) melakukan atau mengambil langkah-langkah hukum yang cepat terhadap para pelaku tersebut. "Ini sering juga dialami oleh advokat Malaysia (anggota Majlis Peguam)," kata Indra seraya menjelaskan kembali apa yang telah disampaikan oleh Majlis Peguam tersebut. Sementara itu, pertemuan tim IPHI dengan Majlis Peguam juga menghasilkan kesepakatan untuk bersama-sama menegakkan keadilan. Bahkan pihak Peguam menyatakan kesediaannya untuk menjadi pembela TKI yang mendapatkan permasalahan di Malaysia. "Majlis Peguam (Bar Council Malaysia) siap menjadi pembela para TKI bermasalah di negeri jiran tersebut," ungkap Indra, seraya menambahkan IPHI akan mengupayakan pendekatan kepada pemerintah Indonesia, termasuk dengan pihak Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. IPHI akan meminta kepada Depnakertrans untuk melakukan kesepakatan kerja sama dengan Majlis Peguam agar ke depan ketika sejumlah TKI mengalami permasalah hukum mereka dapat memperoleh perlindungan hukum dari para pengacara di bawah naungan Majlis Peguam. Jadi prioritas Sebelumnya, Markas Besar Kepolisian Malaysia berjanji memprioritaskan penyelesaikan secepatnya secara hukum kepada empat orang polisi yang menganiaya Donald yang pada saat itu diundang secara resmi untuk menjadi wasit dalam kejuaraan karate se-Asia di negeri jiran itu. Hal tersebut disampaikan seorang pejabat tinggi kepolisian Malaysia, Brigadir Jenderal Shatar bin Abdul jalil (timbalan jabatan II Kepolisian Diraja Malaysia) saat bertemu dengan tim IPHI. Ketua Umum IPHI, Indra Sahnun Lubis menjelaskan kepolisian Malaysia berjanji tidak akan menutup-nutupi kasus ini dan terus memantau perkembangannya. Bahkan kini sudah pada tahap penyidikan dan selanjutnya berkas pemeriksaan itu dapat secepatnya dilimpahkan ke pengadilan. Pihak kepolisian Malaysia juga menjelaskan terhadap empat pelaku penganiayaan itu sudah diambil tindakan tegas, yaitu dengan "menahan kerja" (membebastugaskan) dari kepolisian. Akan tetapi untuk menjadikan mereka menjadi tahanan belum bisa dilakukan karena proses penyidikan belum selesai. "Insya Allah, pihak kepolisian Malaysia bisa menyelesaikan secepatnya kasus tersebut," papar Indra, saat menjelaskan pernyataan seorang petinggi di kepolisian Malaysia kepada tim IPHI. Dalam pertemuan yang berlangsung selama sekitar satu jam itu, kepolisian Malaysia menyatakan kasus-kasus tindak pidana baik yang dilakukan warga negaranya maupun warga negara Indonesia akan diproses sesuai prosedur hukum. "Kami (kepolisian Malaysia) tidak akan kompromi terhadap kasus-kasus tindak pidana. Siapa pun yang melakukan tindak kriminal baik itu dari warga Malaysia ataupun dari Indonesia akan diproses sesuai ketentuan hukum," kata pejabat kepolisian itu. (*)

Copyright © ANTARA 2007