Jakarta (ANTARA News) - Lapindo Brantas, Inc. melanggar aturan tata ruang wilayah Kabupaten Sidoarjo yang menyatakan kawasan itu tidak diperuntukkan sebagai kawasan industri minyak dan gas (migas), kata kuasa hukum Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Ivan Valentina Ageung. Aturan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sidoarjo yang termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 disampaikan sebagai bukti tambahan dalam sidang perkara luapan lumpur Lapindo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu. Ivan mengatakan, aturan tata ruang itu jelas menyebutkan Kabupaten Sidoarjo harus bebas dari industri migas, karena kawasan tersebut diperuntukkan sebagai kawasan lindung dan budidaya. "Aktivitas pertambangan jelas menyalahi aturan tersebut," kata Ivan yang juga Manajer Pengembangan Hukum dan Litigasi Walhi itu. Selain itu, Walhi juga mengajukan bukti berupa Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Provinsi Jawa Timur. Aturan itu juga menyatakan Kabupaten Sidoarjo harus bebas dari industri migas. Kuasa hukum Walhi yang lain, Totok Mustakim merujuk pada Hasil Pemeriksaan Semester Parsial Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang termuat dalam Laporan Pemeriksaan Penanganan Semburan Lumpur Sidoarjo tahun 2007. Laporan tersebut antara lain menyebutkan semburan lumpur panas disebabkan oleh kegiatan eksplorasi migas Banjar Panji 1 (BPJ1) Lapindo Brantas. "Laporan BPK itu tidak terbantahkan," kata Totok. Walhi menggugat beberapa pihak atas luapan lumpur di Sidoarjo. Para tergugat adalah, Lapindo Brantas Inc (tergugat I), Energi Mega Persada (tergugat II), Kalila Energi Ltd (tergugat III), Pan Asia Enterprise (tergugat IV), PT Medco Energi Tbk (tergugat V). Kemudian, Santos Australia (tergugat VI), Presiden RI (tergugat VII), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (tergugat VIII), Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (tergugat IX), Menteri Negara Lingkungan Hidup (tergugat X), Pemerintah Provinsi Jawa Timur (tergugat XI), dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo (tergugat XII). Walhi menilai para tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum, seperti diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata. Selain itu, para tergugat juga dianggap melanggar UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007