Jakarta (ANTARA News) - Teater Abang None turut memeriahkan rangkaian perayaan 50 tahun Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) dengan pementasan drama musikal berjudul "Seper Jakarta."

"Kita membahas tentang Jakarta, tentang pesimisme orang-orang yang ada di Jakarta, kenapa orang-orang banyak masalah," ujar pimpinan produksi Teater Abang None, Fariz Zaki kepada Antara di PKJ TIM, Jakarta, Jumat malam.

Drama musikal "Seper Jakarta" sudah pernah dipentaskan sebelumnya. Namun, di pementasan kali ini dilakukan penyesuaian, mulai dari durasi, karakter, hingga lagu-lagu yang dinyanyikan.

"Ada beberapa perubahan karena kita mempertimbangkan durasi. Karena 50 menit ada beberapa sketsa kita kurangi, talent yang kita pangkas," ujar Fariz.

"Seper Jakarta" berkisah tentang mereka yang dihadapkan pada masalah di Jakarta dan berpikir pergi adalah solusi.

Jika sebelumnya menceritakan tiga tokoh utama. "Seper Jakarta" versi mini ini berpusat pada dua tokoh utama, Tagor dengan masalah cinta dan Jamile dengan masalah cita-citanya.

"Mereka beranggapan bahwa ketika mereka berada di Jakarta, mereka enggak akan bisa memecahkan masalah mereka, jadi jalan utamanya adalah mereka harus keluar dari Jakarta," kata Fariz.

Sampai akhirnya mereka dipertemukan dengan ketegaran yang membuat mereka berpikir ulang, apakah Jakarta memang harus ditinggal pergi atau mereka hanya pesimis pada diri sendiri.

"Di ujung kita disadarkan bahwa setiap individu punya masalah masing-masing, entah di Jakarta atau bukan. Jalan keluarnya bukan lari, tapi berani untuk menghadapi masalah itu," lanjut Fariz.

"Seper Jakarta" juga menampilkan berbagai karakter -- mulai satpam hingga sales -- dengan berbagai latar belakang suku budaya yang menunjukkan bahwa Jakarta adalah miniatur Indonesia.

Sementara, untuk urusan pemilihan lagu, drama musikal "Seper Jakarta" juga menyajikan sejumlah lagu karya komponis besar Indonesia Ismail Marzuki yang namanya dijadikan pusat kesenian tersebut.

Lagu-lagu karya Ismail Marzuki yang dimasukkan dalam drama musikal tersebut antara lain "Aryati," "Juwita Malam," "Jangan Ditanya Ke Mana Aku Pergi," dan "Wanita."

Pemilihan empat lagu tersebut, menurut Fariz, berdasarkan lirik yang dinilai sesuai dengan jalan cerita "Seper Jakarta" agar alur cerita tetap terhubung dari awal hingga akhir.

"Kita menyesuaikan sama story kita supaya enggak jauh-jauh hubungannya dengan Jakarta. Kita kolaborasikan, kita medley, kita kemas sedemikian rupa untuk menjadi satu kesatuan," kata dia.

Lagu-lagu karya Ismail Marzuki tersebut juga terdengar modern dengan aransemen yang fresh dari sentuhan alat musik saxophone, trompet, drum, bass dan gitar.

Hal demikian yang juga diharapkan Fariz pada 50 tahun PKJ TIM di mana seni dapat melebur dalam membangun ekosistem kesenian dan ekosistem sosial yang lebih luas, sesuai dengan tema "Seni Bersama, Bersama Seni" yang diangkat tahun ini.

"Acara-acara seperti ini yang melibatkan seniman-seniman lokal, kebudayaan-kebudayaan yang diangkat lagi baik secara kontemporer maupun klasik, itu sebenarnya cukup membantu kita-kita bagian dari seniman untuk menunjukkan bahwa sebenarnya karya-karya seni yang berhubungan dengan budaya itu belum mati," ujar Fariz.

Baca juga: Ulang tahun ke-50, TIM gelar pementasan gratis

Baca juga: Lalu lintas di Jalan Cikini Raya dialihkan selama HUT TIM

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018