Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI Agung Laksono mengatakan kenaikan harga sembako menjelang Ramadhan dan Lebaran sebaiknya jangan dianggap sebagai keadaan biasa dan suatu kewajaran karena kenaikan itu akan semakin membebani masyarakat. "Kita prihatin dengan kenaikan (harga sembako) seperti sekarang. Ini terjadi jauh sebelum Lebaran," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin. DPR mengkritik pemerintah yang selalu mengatakan bahwa kenaikan harga sembako menjelang Ramadhan dan Lebaran sebagai hal yang wajar. "Kita tidak ingin mendengar kata-kata `kenaikan masih dalam batas-bawat wajar`. (Kenaikan) itu, berapa pun kenaikannya, tidak wajar. Harus diantisipasi jauh-jauh. Itu `kan soal `demand` (permintaan) dan `supply` (penawaran). Kalau `demand` naik, `supply` harus ditambah," katanya. Agung mengemukakan, kenaikan harga sembako menjelang Ramadhan dan Lebaran seperti rutin terjadi setiap tahun. Karena itu, semestinya sudah bisa diantisipasi. "Kita sangat kecewa kalau ada menteri mengatakan `ini kenaikannya wajar`. Rakyat mana mau tahu mendengar kata `wajar`. Kalau turun, baru itu wajar. Kalau naik pasti akan menimbulkan kesulitan bagi masyarakat," katanya. Karena itu, pemerintah harus mengatur lebih baik suplai kebutuhan pokok agar pasokan dan persediaan di pasar stabil sehingga tidak terjadi kenaikan harga. "Kita mendengar akan ada subsidi untuk minyak goreng. Kalau hal itu berjalan baik, berarti hal merupakan kebijakan yang akan membantu masyarakat kecil," katanya. Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Andi Rahmat mengemukakan, target pemerintah untuk mengendalikan inflasi di bawah 6,5 persen akan sulit dicapai dengan kenaikan harga kebutuhan pokok saat ini. Ada kemungkinan inflasi justru melebihi angka 6,5 persen. Mengenai harga minyak goreng, Anggota Komisi IV DPR RI Suswono menjelaskan, sebenarnya harga CPO (minyak sawit mentah) di pasaran internasional sedang membaik. Namun produsen CPO dan perusahaan minyak goreng menghadapi tambahan biaya produksi dengan tingginya pajak ekspor (PE). Tingginya PE dikhawatirkan akan membuka peluang terjadinya penyelundupan yang berakibat pada minimnya pasokan CPO di dalam negeri. Dengan demikian, pasokan yang menipis di dalam negeri akan menyebabkan kenaikan harga minyak goreng. Apalagi produsen CPO dan perusahaan minyak goreng harus mengeluarkan biaya produksi akibat adanya pungutan-pungutan liar. "Dari kebun ke pabrik CPO, terjadi pungutan-pungutan dan pungutan itu oleh perusahaan CPO masuk kategori biaya produksi. Karena itu, produk CPO pun akan lebih tinggi nilai jualnya," kata Suswono, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PKS.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007