DER merupakan indikator yang menunjukkan kemampuan membayar utang suatu perusahaan. Semakin rendah nilai DER, menunjukkan suatu perusahaan memiliki kemampuan baik mengembalikan pinjaman. 
Jakarta (ANTARA News) - Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan skema pendanaan "pre-financing" yang kerap dipilih beberapa kontraktor menyebabkan rasio utang/liabilitas terhadap ekuitas (DER) BUMN sektor properti dan konstruksi relatif tinggi. 

"Dalam pengerjaan suatu proyek pembangunan, misalnya jalan tol, kontraktor itu menalangi dahulu biaya-biaya awal, diantaranya untuk pembebasan lahan. Skema itu dikenal dengan pre-financing," kata Aloysius saat menyampaikan neraca keuangan BUMN per September 2018 di Jakarta, Selasa. 

Persoalannya, mengapa pinjaman itu membuat angka DER sektor properti dan konstruksi relatif tinggi. Aloysius menjelaskan, kontraktor kerap meminjam dana dalam jumlah cukup besar demi mendorong agar proyek pembangunan dapat segera dikerjakan. 

"(Untuk proyek-proyek pemerintah), setelah ditalangi (oleh pihak kontraktor), nantinya melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dan Kementerian PUPR akan mengganti pinjaman tersebut, dan langsung diserahkan ke bank. Jadi (nilai DER tinggi) itu tidak menjadi masalah," tukas Aloysius.

DER merupakan indikator yang menunjukkan kemampuan membayar utang suatu perusahaan. Semakin rendah nilai DER, menunjukkan suatu perusahaan memiliki kemampuan baik mengembalikan pinjaman. 

Nilai DER BUMN sektor properti dan konstruksi pada 2017 mencapai 2,99, sementara rata-rata industri berada di kisaran 1,03. 

Jika dibandingkan dengan sektor lain, misalnya transportasi, nilai DER BUMN relatif rendah di angka 1,59, sedangkan nilai DER rata-rata industri mencapai 1,96. 

Nilai DER tertinggi pada 2017 dicatat oleh BUMN pada sektor bank sebanyak 6,00. Angka itu sedikit lebih besar dari DER rata-rata industri yang mencapai 5,66. Sementara itu, pada sektor energi dan telekomunikasi nilai DER BUMN tergolong rendah, masing-masing berada di angka 0,71 dan 0,77. 

Angka DER relatif tinggi pada sektor properti-konstruksi dan bank pada 2017, menurut Aloysius menunjukkan ekspansi pembangunan infrastruktur dalam negeri yang cukup tinggi. 

Di tengah tingginya ekspansi pembangunan, Kementerian BUMN, Aloysius menegaskan, terus mendorong perusahaan plat merah untuk mencari pendanaan alternatif di samping utang perbankan. 

 "Ada juga pendanaan yang sifatnya quasi ekuitas, sehingga selain mendapatkan dana segar, pinjaman alternatif itu dapat memperkuat struktur permodalan dan neraca BUMN," terang Aloysius. 

Menurut Aloysius, beberapa BUMN telah melakukan alternatif pendanaan, diantaranya dengan menerbitkan Komodo Bonds, Sekuritisasi Aset, Project Bonds, Perpetual Bonds, hingga Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT).  
Baca juga: Deputi sebut utang BUMN masih proporsional
Baca juga: Hutang riil BUMN per kuartal III 2018 capai Rp2.448 triliun

 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018