Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pers segera mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung (MA) terkait putusan lembaga peradilan tertinggi itu dalam perkara gugatan mantan Presiden Soeharto terhadap majalah Time Asia beberapa waktu lalu. "Rapat pleno dua hari yang lalu memutuskan kita akan mengirimkan surat kepada MA," kata Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Institut Studi Arus Informasi (ISAI) di Jakarta, Rabu. Leo menegaskan, putusan MA yang memenangkan Soeharto dan menyatakan Time telah mencemarkan nama baik adalah suatu gejala yang mengancam kebebasan pers. "Dari sudut manapun, putusan MA itu mengancam kebebasan pers," katanya. Selain itu, Leo menilai penerapan hukum yang tidak terkait dengan pers untuk mengadili perkara yang melibatkan pers tidak bisa dibenarkan. Terkait dengan usaha untuk memperkuat posisi pers, Leo menegaskan hendaknya semua kalangan ikut mendorong pembentukan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). UU tersebut akan menjadi jaminan bagi pers untuk mendapatkan informasi yang benar dan sah tanpa khawatir dituduh mencemarkan nama baik. Namun demikian, Leo menilai UU KIP yang masih bebentuk rancangan itu masih memiliki kelemahan, antara lain keengganan pemerintah untuk membuka informasi dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti diberitakan, gugatan Soeharto terhadap majalah Time yang memuat hasil investigasi aset kekayaannya di luar negeri pada volume 153 no 20 terbitan 24 Mei 1999 itu ditolak pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. PN Jakarta Pusat pada 6 Juni 2000 dan PT DKI Jakarta pada 16 Maret 2001 menilai pemuatan tulisan itu bukan pencemaran nama baik dan justru penyebaran informasi yang berguna bagi masyarakat. Namun, MA pada 30 Agustus 2007 memutus sebaliknya dan mengabulkan tuntutan ganti rugi immateriil penggugat sebesar Rp1 triliun. MA menilai pemuatan tulisan dan gambar tentang kekayaan penguasa Orde Baru itu telah mencemarkan harkat dan martabat Soeharto sebagai jenderal besar TNI dan mantan presiden Indonesia.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007