Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. Dr. Muhadjir Effendy menyatakan bahwa telah banyak andil yang disumbangkan Pak Timur di bidang pendidikan antara lain lahirnya SKB Tiga Menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri) tentang Persamaan Madrasah dan Sekolah Umum.

Andil yang telah disumbangkan Prof. Anton Timur Djaelani MA atau biasa disapa Pak Timur dapat dibaca dari buku Pak Timur: Perintis Pendidikan Islam Membangun Peradaban Bangsa yang ditulis ulang oleh M. Natsir Zubaidi dkk.

Buku ini juga pernah dibahas baru-baru ini dalam acara bedah buku oleh Balitbang Kementerian Agama RI dengan pembahas Prof. DR. Bachtiar Effendi dan penulis buku M. Natsir Zubaidi.

Buku ini merupakan cetakan kedua edisi revisi tahun 2017 karena buku tersebut pernah terbit tahun 1997 dengan judul Pak Timur: Menggores Sejarah, dalam rangka menyonsong ulang tahunnya yang ke-70.

Pak Timur juga dikenal dalam dialog antaragama di forum internasional bahkan mendapat julukan ?The Architect of Indonesian Dialogue?. Sejak muda Pak Timur memang telah aktif berkecimpung di dunia pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ketika mahasiswa dia sudah menjadi guru SMA. Sambil mengajar, Pak Timur Muda masih kuliah di PTAIN (UIN Sunan Kalijaga sekarang). Sebagai tokoh muda yang tampil di masa pergerakan, dia mendirikan organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) bersama teman-temannya antara lain Yusdi Ghozali, Hakim Tuasikal, dan Ibrahim Zarkasi pada 4 Mei 1947.

Didirikannya organisasi Pelajar Islam Indonesia di kota revolusi Yogyakarta pada waktu itu menjadi magnet bagi bergabungnya sejumlah organisasi pelajar di Tanah Air.

Karena melihat pemuda Timur Djaelani sangat cerdas dan memiliki jiwa kepemimpinan tersebut maka Menteri Agama RI pertama Dr. H. Rasyidi memberikan rekomendasi kepada Timur untuk melanjutkan studi pada Institut of Islamic Study, Faculty of Graduate Studies and Research di Mc Gill University, Montreal, Kanada.

Pada tahun 1959 dia berhasil menyelesaikan tesisnya yang berjudul ?The Syarekat Islam Movement, its Contribution to Indonesia Nationalism?. Tesis tersebut telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul ?Gerakan Sarekat Islam, Kontribusinya pada Nasionalisme Indonesia? oleh LP3ES tahun 2017.

Di lingkungan Kementerian Agama RI boleh dibilang pak Timur termasuk generasi ketiga dari jajaran para perintis kementerian agama seperti KH. Hasyim Ashari, KH Wakhid Hasyim, Prof. Kahar Muzakir, Prof. Dr. Rasyidi, Kyai Masykur, Kyai Saifudin Zuhri.

Di Kementerian Agama Prof. Timur menapak karir dari bawah sejak menjadi pegawai biasa hingga menjadi Direktur Perguruan Tinggi, Inspektur Jenderal dan jabatan terakhir sebagai Dirjen Bimbaga (sekarang Dirjen Pendidikan Islam) pertama tahun 1978-1983.

Obsesi-obsesi Pak Timur sejak muda tetap konsisten agar anak-anak muda Islam maju dan mengejar ketertinggalannya dari kelompok lain; dengan cara memberikan keseimbangan antarporsi pendidikan agama (ilmu fardu ain) dan pendidikan umum (ilmu fardu khifayah).

Karena, menurut dia, Pendidikan Agama itu asset umat Islam yang memiliki ciri kekhususan, maka beliau termasuk yang gigih mempertahankan bahwa pendidikan agama harus tetap di bawah Kementerian Agama. Di situ terlihat bahwa dia termasuk tokoh yang konsisten dalam ikut mengembangkan Islam untuk memperkokoh kesatuan bangsa.

Karena bangsa Indonesia berpenduduk mayoritas Islam. Pak Timur dikenal sebagai seorang pejabat, pemikir yang mau secara langsung aktif terlibat dalam perumusan untuk pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan mengimplementasi posisi dan peran agama dalam pembangunan bangsa.

Harus diakui juga bahwa Pak Timur adalah sebagai tokoh dan pelaku sejarah yang telah memberikan andil pemikiran yang mendasar tentang negara dan bangsa Indonesia. Makalah dan tulisannya sangat bernas yang berkaitan dengan masalah kebudayaan, sumbangan Islam kepada sosiologi, Negara Pancasila Bukan Negara Sekuler, Islam dan Kebangsaan, Aspek Politik Hukum di Indonesia dan lain-lain.

Menurut Natsir Zubaidi, ada pemikiran dan peran Pak Timur dalam program di Kementerian Agama yang perlu diangkat adalah: Kelompok Studi Islam untuk disiplin ilmu yang anggota-anggotanya terdiri atas dosen-dosen perguruan tinggi dan telah melahirkan buku rujukan Islam untuk Disiplin Ilmu (IDI). IDI sudah berhasil menyusun antara lain: Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, Islam untuk Disiplin Ilmu Kesehatan dan Kedokteran, Islam untuk Disiplin Ilmu Bahasa, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Islam untuk Disiplin Ilmu Sosial, Islam untuk Disiplin Ilmu Biologi dan Islam untuk Disiplin Ilmu Pertanian.

Yang orang tidak banyak ketahui ialah bahwa Pak Timur adalah seorang yang menjadi tokoh penting dalam pembangunan Masjid Syuhada di Yogyakarta bersama H. Prabuningrat (kakak Sri Sultan HB IX) sekitar tahun 50-an. Dia juga menjadi Ketua Dewan Masjid Asia Pacific dan Lautan Teduh yang berkedudukan di Jakarta sekitar tahun 1985-1989.

Prof. Muhadjir Effendy mengatakan warisan dan keteladanan Pak Timur masih sangat sesuai dengan suasana sekarang yakni menggelorakan revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

"Ada warisan dan komitmen yang sangat berharga yang perlu kita teladani sebagai anak bangsa yakni Tri Komitmen: Kepelajaran, Keislaman dan Keindonesiaan," kata Prof. Muhadjir dalam sambutan di buku tersebut.

Pewarta: Mohamad Anthoni
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018