Oleh A.A. Ariwibowo Jakarta (ANTARA News) - Hengkangnya Jose Mourinho dari stadion Stamford Bridge, London, Kamis (20/9), membuat pecinta sepakbola dunia setengah tidak percaya. Mereka terguncang karena manajer klub sepakbola Chelsea itu meninggalkan begitu banyak kenangan selama menangani "The Blues" sejak 2 Juni 2004. Publik terlanjur sayang kepada pelatih eksentrik kelahiran Portugal 26 Januari 1963, dengan kerja kerasnya yang berbuah trofi di Liga Utama Inggris, demikian situs ESPN memberitakan. Jose Mourinho disebut-sebut ingin lepas dari himpitan yang kerap mendera banyak manajer sepakbola di Inggris. Tidak terkecuali ketika dirinya menangani Chelsea selama tiga tahun terakhir ini. Rentetan hasil kurang menggembirakan dari anak asuhannya - kalah 0-2 dari Aston Villa dan bermain imbang dengan Blackburn pada pekan lalu - di Liga Utama Inggris (EPL) membuat rumor makin santer beredar seputar posisi Mourinho. Tersengat oleh penampilan kurang greget dari skuad asuhan Mourinho itu, pemilik Chelsea, milyarder asal Rusia, Roman Abramovich, tidak kuasa menutup kekecewaannya. Pengusaha minyak itu kecewa karena Chelsea gagal memperoleh gelar di Liga Utama Inggris dan tidak mampu menyabet trofi Liga Champions pada musim kompetisi lalu. Pada musim Liga Champions 2006/2007, klub Chelsea yang berdiri pada 1905 hanya sampai pada babak perempat final, mundur bila dibandingkan musim 2003/2004 dan 2004/2005 yang mencapai semi final. Namun, Mourinho bukan manajer yang suka menebar pesona. Ia memberi segudang bukti berupa prestasi. Gelar juara Liga Utama Inggris pada 2004/2005 dan 2005/2006. Dua kali meraih Piala Carling pada 2005 setelah menebas Liverpool dan pada 2006 menghempaskan Arsenal. Sedangkan pada 2007 menjuarai Piala FA setelah mengandaskan Manchester United. Itu membuktikan dirinya ingin menunjukkan makna kerja keras dalam melawan klub-klub papan atas musuh bebuyutannya. Ia mampu membuat Chelsea menjadi salah satu klub papan atas di negeri asal sepakbola modern itu. Chelsea bak terlahir kembali. Mereka mampu menyaingi klub besar seperti Manchester United. Sepanjang 66 kali pertandingan di kandang sendiri, Chelsea tidak pernah terkalahkan. Alhasil, Mourinho dinobatkan sebagai manajer terbaik di Liga Utama Inggris. Akan tetapi, trofi Liga Champions menjadi idaman dari Abramovich. Pada titik ini, Mourinho tidak mampu memenuhi dahaga dari pemilik Chelsea itu. Terlebih Abramovich telah merogoh kocek cukup dalam dengan menginvestasikan sebanyak 180 juta poundsterling untuk membeli sejumlah pemain. Jumlah itu mencapai rekor terbesar sepanjang sejarah sepakbola Eropa. Meski, Mourinho mampu meraih penghargaan bersama klub Porto pada 2003/2004 tanpa mendapat dukungan finansial. Kegagalan mempersembahkan trofi Liga Champions jadi alasan tunggal terdepaknya Mourinho. Hubungan antara Abramovich dengan Mourinho tampak tidak harmonis. Keduanya mendendangkan tembang, "kasih tak sampai", atau "cinta bertepuk sebelah tangan". Publik mencium aroma perseteruan keduanya makin menganga ketika ditandatangani kontrak pembelian striker Ukrainia Andriy Shevchenko. Mourinho dipaksa membeli pemain yang notabene rekan dekat Abramovich. Keduanya juga tidak sejalan dalam menerapkan pola permainan. Abramovich ingin melihat Chelsea tampil dengan sepakbola menyerang. Masuklah sejumlah pemain baru misalnya Steven Sidwell, Alex dan Tal Ben Haim. Mourinho tidak bereaksi ketika ada pembelian sejumlah pemain belakang sementara John Terry masih absen sampai Desember lalu. Pilihan kemudian dijatuhkan kepada Khalid Boulahrouz, Asier Del Horno, Tiago dan Mateja Kezman. Meski friksi keduanya sesungguhnya terjadi ketika Chelsea membeli Shevchenko dan gelandang Jerman Michael Ballack. Sepeninggal Mourinho, Chelsea bakal berhadapan dengan musuh bebuyutannya Manchester United pada Minggu (23/9). Ini tentu bukan pekerjaan mudah bagi manajer baru. Hasil pertandingan itu menjadi ajang tes bagi keputusan manajemen Chelsea yang mendepak Mourinho. Akan ke mana Mourinho hinggap setelah hengkang dari Chelsea? Di satu sisi, ia meninggalkan cinta kepada publik Chelsea. Di lain sisi, ia meninggalkan kursi panas bagi manajer baru Chelsea Avram Grant asal Israel yang dinilai kurang memiliki kemampuan melatih dan tidak menonjol dalam mendemonstrasikan "otak sepakbola" selama meniti karier di Liga Utama Inggris. Grant sebelumnya Direktur Olahraga klub Chelsea yang dijabatnya belum lama ini dan merupakan teman dekat Abramovich, seakan berada dalam bayang-bayang sukses Mourinho. Sejak Grant terjun di dunia sepakbola sebagai Direktur Teknik klub Portsmouth tahun 2006, dirinya kurang menunjukkan prestasi yang mengundang decak kagum pecinta sepakbola Inggris, sebagaimana dilansir situs BBC. Bahkan, perbendaharaan Grant tentang liku-liku sepakbola relatif terbatas. Pengamat olahraga harian "Ha`aretz" Yoav Borowitz mengatakan, "Hampir tidak dapat dipercaya bahwa dia (Grant) menjadi manajer Chelsea. Pecinta sepakbola telah terlanjur jatuh hati kepada Mourinho. Grant bukanlah sosok yang dapat menyamai kualitas dan etos dari Mourinho. Ia (Mourinho) tahu betul menangani pemain-pemain bintang." "Jika Mourinho berada dalam tekanan untuk menerapkan gaya dan pola permainan Chelsea, maka Grant juga akan bernasib sama." "Grant sangat sukses dalam menerapkan filosofinya. Ia memang pelatih sepakbola yang berbakat, dan sosok yang pandai. Kadangkala terlalu pandai untuk ukuran dirinya sendiri," kata Borowitz. Borowitz mengungkapkan, Meski Grant terbilang sukses di Israel, ia menuai kritik karena tim asuhannya memainkan pola bertahan. Ketika ia menjabat sebagai pelatih timnas Israel, dalam kualifikasi Piala Dunia 2006, Israel hanya mampu bermain imbang 1-1 ketika melawan Prancis, padahal Israel semestinya bisa meraih kemenangan. "Ia bukanlah tipe manajer seperti Arsene Wenger. Ia kurang menaruh perhatian pada sisi estetika dari pertandingan. Yang diinginkan hanyalah memperoleh kemenangan," kata Borowitz. Grant mundur dari timnas Israel karena kontraknya berakhir pada 2006. Ia kemudian menjabat sebagai Direktur Teknik Portsmouth. Grant direkomendasikan oleh ayah Alexander Gaydamak, Arcady, yang memiliki Beitar Jerusalem. Penunjukan itu tidak dikonsultasikan lebih dulu dengan bos Portsmouth Harry Redknapp. Bahkan, pindahnya Grant ke Chelsea tidak banyak memancang reaksi di Portsmouth. "Saya tidak ingin bereaksi berlebihan," kata Redknapp. Apa pun motif dari pemilik Chelsea Roman Abramovich, faktanya Grant dan Abramovich menjalin perkawanan kental. Aroma nepotisme semerbak. "Dari sudut pandang saya, perkawanan itu tidak akan mempengaruhi pekerjaan saya," kata Grant setibanya di Stamford Bridge. Tinggal sekarang mampukah Grant memoles bakat-bakat yang bercokol di Chelsea sepeninggal Mourinho, khususnya dalam jangka waktu panjang? Mourinho meninggalkan testamen bahwa "cintanya tidak pernah akan berakhir". Ia amat bangga selama bertugas di Chelsea dan keputusan datang ke Inggris amat luar biasa. "Kenangan itu jadi masa yang amat indah dalam karir saya. Saya ingin berterima kasih kepada semua pendukung Chelsea untuk apa yang menurut keyakinan saya merupakan kisah cinta yang tidak akan pernah berakhir," katanya. "Saya mengharap sukses besar bagi klub, yang akan selalu saya kenang berkaitan dengan beberapa momen bersejarah. Saya doakan para pemain berbahagia dalam sepak bola dan kehidupan keluarga mereka," kata Mourinho menambahkan. Jose Mourinho telah berkubang dalam kekuatan dahsyat cinta yang ditemukan dalam sepakbola. Ia memberi makna bahwa cinta adalah segalanya. Itulah ziarah cinta dari Mourinho. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007