Depok (ANTARA News) - Analis politik dari Universitas Indonesia (UI), Boni Hargens menilai pada pemilihan presiden (Pilpres) 2009, Megawati Soekarnoputri (Mega) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diperkirakan akan bersaing ketat dalam pilpres tersebut. "Kalau semua yang maju di `pacuan` 2009 adalah `kuda tua` seperti SBY, Wiranto, Akbar Tandjung, Megawati, Amien Rais, dan Gus Dur, maka peluang terbesar tetap ada di tangan Mega dan SBY," katanya, di Depok, Minggu. Ia memberi alasan mengapa Mega atau SBY yang hanya bersaing ketat. Pertama, walau prestasinya kurang memuaskan, SBY tetap memiliki basis pemilih yakni pemilih pada pemilu 2004, minus mereka yang kecewa karena gagalnya kinerja pemerintah. Kedua, lanjut dosen politik FISIP-UI tersebut, di antara pemain tua yang ada, Mega dan SBY yang massanya lebih besar secara ideologis dan obyektif. Sedangkan alasan ketiga, walau Mega dianggap gagal dulu, tapi 2009 adalah pertandingan baru. "Kalau ada perbaikan dalam model kampanye, manajemen ditata lagi dengan menghadirkan ahli-ahli komunikasi politik, Mega berpeluang besar," kata Direktur Parrhesia Institute, (State In-Building) tersebut. "Dengan catatan tidak ada figur baru yang menonjol," tambahnya. Boni Hargens mengatakan untuk sementara, figur baru yang paling patut diwaspadai para kuda tua adalah Mardiyanto (Mendagri). Ia yakin ada partai yang meliriknya, karena kinerjanya bagus di Jawa Tengah, apalagi kalau sukses jadi Mendagri hingga 2009. Namun, lanjut dia, terlepas dari semua itu, kepemimpinan nasional 2009 memerlukan kriteria figur sebagai berikut. Pertama, integritas politik yang baik. Kedua, figur nasionalis yang tentunya diusung oleh partai nasionalis juga, tidak peduli partai kecil atau besar. Ketiga, bekerja dengan hati. Selama ini, kata dia, politik di Indonesia bangkrut karena pemimpin tidak punya hati, dan lebih menonjolkan kepentingan partai ketimbang kepentingan rakyat. Bahkan, ada juga yang lebih penting menjaga hubungan politik daripada nasib rakyat. "Itu yang terjadi dengan kasus Lapindo, impor beras, kasus Iran, dan lainnya," katanya. Ia menilai isu kepemimpinan nasional telah dilempar oleh PDIP ketika Rakernas II dan Rakornas PDIP (8-10 Sept 2007) lalu, dengan melalui merekomendasikan pencalonan Megawati menjadi presiden pada Pemilu 2009. Rekomendasi tersebut merupakan satu dari 22 rekomendasi yang dihasilkan musyawarah PDIP. Meski kalangan istana mengatakan tidak terpengaruh dengan pencalonan Mega, ia menilai SBY sendiri resah tentang kesediaan Mega menjadi capres 2009, karena Mega saingan terberatnya pada Pemilu 2004. "Jika kepemimpinan SBY tidak lebih baik dari Megawati dulu, SBY bisa tergusur di 2009," katanya. Menanggapi hal ini, Ketua Fraksi PDIP DPR, Tjahyo Kumolo mengatakan dengan lebih awal diusungnya Mega sebagai capres dari PDIP, maka persiapan dan strategi untuk memenangkan akan lebih terkonsentrasi lebih baik. "Kami mengusungnya lebih awal karena persiapan capres diperlukan waktu yang lama dan harus matang," katanya. Ia juga menyadari bahwa hasil survei dan analis para pakar politik mengatakan bahwa Mega dan SBY akan bersaing dalam Pilpres 2009. Oleh karena itu, kata dia, perlu strategi dan persiapan yang matang dalam menghadapi hal itu. Menurut dia, selama ini jalannya pemerintahan merupakan masa pembelajaran yang baik. "Kita akan cari bentuk strategi agar hidup rakyat menjadi lebih baik," katanya. Ketika ditanya bagaimana peluang Mega memenangi Pilpres 2009 mendatang, Tjahyo Kumolo, seorang mantan tokoh Golkar, mengatakan semua tergantung kepada rakyat, karena rakyat yang menentukan pilihannya. "Masyarakat tahu figur mana yang cocok untuk memimpin mereka," kata mantan Ketua Umum KNPI di era Orde Baru itu. (*)

Copyright © ANTARA 2007